“Kamu memang anak durhaka.. seharusnya kamu memihak mama, mama kandungmu!!”, sumpah serapah itu meluncur deras tanpa ada jeda dari mulut mama, masih banyak lagi kata-kata makian lain yang
mama tujukan kepadaku, telunjuknya menari-nari tepat di depan hidungku,
aku hanya mengalihkan pandangku ke sisi lain, menghindari tajamnya
tatapan mata mama melalui pupil mataku dan terus menghujam ke dalam
jantung dan menyakiti perasaanku. tanpa menjawab sepatah kata pun.
Mataku akhirnya tertambat pada dua ekor anak kucing yang sedang tertidur lelap dalam pangkuan induknya.
Pemandangan
seperti ini, ketika seekor induk kucing mendekap erat anak-anaknya yang
tertidur lelap, pastinya sesuatu yang sangat biasa, tapi tidak kali
ini, tiba-tiba aku memimpikan menjadi anak kucing itu, betapa bahagianya
berada dalam pelukan mama yang penuh dengan kasih sayang.
Mamaku??, Dia adalah sosok yang tidak bisa kupahami, di dalam memoriku tidak satupun tertinggal kenangan
yang indah antara aku dan mama, selayaknya jalinan kasih antara seorang
anak dan mamanya, yang ada di kepalaku hanya hal-hal buruk, yang
membuat aku begitu ingin menghindar darinya.
Pagi
tadi aku kembali berkunjung ke rumah bunda Rara, teman papa, tepatnya
kekasih papa. Di tempat bunda Rara justru aku merasa tentram, Bunda
selalu dapat mengerti segala keluh kesahku, tak sekalipun ada kata-kata
kasar yang keluar dari mulut bunda, apalagi menyakiti fisikku, tidak ada
ketakutan di sana. Sungguh sangat berbeda dengan apa yang aku terima
selama ini dari mamaku. Mama kandungku!.
Aku
tidak mengerti, apa sebetulnya yang membuat mama begitu membenciku,
hingga mama pernah hampir saja membunuhku. Saat itu usiaku baru empat tahun, hampir semua kejadian yang aku alami pada usia itu telah hilang dari ingatanku, tapi tidak peristiwa itu.
“La..
bawa ke sini baju kotor itu!” perintah mama kepadaku, saat itu mama
sedang mencuci di belakang rumah, ada sumur besar di sana, karena sedang
asyik memperhatikan kupu-kupu yang sedang hinggap di sebuah tangkai
daun, aku tidak segera melaksanakan perintah mama, tiba-tiba saja mama
sudah berdiri di depanku, mengangkat tubuh kecilku, dan…..ah itu sangat
mengerikan!!, seandainya saja papa tidak segera datang, dan menarik
tubuhku dari tangan mama, maka tubuhku mungkin sudah tenggelam di dalam
sumur itu, papa memelukku, mencoba menenangkanku yang menjerit-jerit
histeris…hanya bergantung ke tangan mama, tepat di atas lubang sumur yang gelap adalah pengalaman yang tidak akan pernah mampu kuhapuskan dari ingatanku.
Aku tidak mendendam pada mama, tapi aku selalu dibayangi rasa takut bila berada di dekat mama.
Kegilaan
mama sebetulnya tidak hanya tertuju kepadaku, tapi juga pada papa.
Suatu hari papa harus di rawat di RS karena kepalanya mengalami trauma
yang cukup parah akibat di lempar mama dengan benda keras.
“La,
kita tidak bisa meninggalkan mama, kita berdo’a saja semoga mama
menyadari kesalahannya” jawaban ini, tidak menenangkanku, tapi malah
sebaliknya, aku jadi menganggap papa laki-laki lemah, yang tidak
melindungi aku sebagai anaknya.
Papa memang tidak meninggalkan mama, tapi papa juga mencari ketenangan di tempat lain, di
rumah bunda Rara, tadinya aku juga tidak setuju dengan apa yang
dilakukan papa, berselingkuh dengan bunda Rara, janda tanpa anak yang
suaminya meninggal setahun yang lalu, tapi akhirnya aku merasakan bahwa
bunda Rara adalah dewi cantik yang melindungi dan mengasihi.
“Apa
kamu lupa ya, kamu itu anak mama !, mama yang melahiran kamu, mama yang
menyusui kamu!!, tapi kenapa kamu justru berakrab-akrab dengan perebut
suami orang itu?”
Aku
masih saja bungkam, tak perlu menjelaskan apa-apa, karena apapun
penjelasan yang akan aku sampaikan, pasti itu akan membuat mama lebih
meradang. Tiba-tiba… diantara kata-kata yang tidak lagi dapat kutampung
dengan telinga normalku, mama menjambak rambutku, di seretnya aku ke
kamar, dan rambut panjang yang aku sayangi ini, dipangkasnya menjadi
sangat pendek. Ya sangat pendek, nyaris plontos. Aku tetap diam, aku biarkan mama dengan semua tindakannya, tidak setetespun air mata mengalir dari mataku, hatiku sudah beku…..
“Tuhan maafkan mama” bisikku dalam hati……mama tak perlu tahu itu…….!