Upacara
bendera senin pagi baru saja usai, Ibu guru Anisa, melangkahkan kakinya
dengan ringan menuju kelas VII A. Kelas yang menjadi asuhannya sebagai
wali kelas. Sudah menjadi kebiasaanya memberikan pembinaan disela-sela istirahat menjelang pelajaran pertama hari senin di mulai.
Memasuki
ruang kelas, Didapatinya para siswa sudah berkumpul. Mereka memang
telah membuat kesepakatan untuk selalu bertemu di senin pagi, tentunya
bila upacara tidak berakhir terlalu siang.
“Assalamu’alaikum” Sapanya dengan ramah sambil melangkah
menuju meja guru yang berada di sebelah kanan bagian depan ruang kelas
itu. Anak-anak yang tadinya masih bergerombol di beberapa sudut
bersegera menuju bangkunya masing-masing.
“Wa’alaikum salam” Serempak mereka membalas salam itu.
“Bagaimana kabar kalian pagi ini?. Mudah-mudahan semuanya sehat dan membawa semangat yang tinggi untuk belajar”
“Baiiiik, Siaaaap” jawab para siswa dengan penuh semangat”
“Siapa yang tidak hadir hari ini?”
“Giska, Buuuuu”
Bu
Nisa mengernyitkan dahinya. Giska adalah murid yang baru masuk di
sekolah ini tiga hari yang lalu. Sebelumnya dia sekolah di SMP yang ada
di Ibu kota Provinsi. Setahu Ibu Anisa, Giska adalah anak yang rajin dan
penuh semangat, itu diketahuinya ketika mereka sempat bertemu dan berbincang di hari pertama ketika dia diantar orang tuanya untuk mendaftar.
“Ada pemberitahuan atau surat dari keluarganya tidak?”
Beberapa anak langsung berteriak “Tidaaaak” sementara sebagian yang lain masih menoleh ke kiri dan ke kanan untuk memastikan.
Setelah beberapa saat, akhirnya perbincangan akrab itupun berakhir.
“Baiklah, sebentar lagi pelajaran pertama akan segera dimulai, jangan lupa tetap semangat dan…”
“Siap meraih prestasi” lanjut anak-anak dengan penuh semangat.
Sesampainya
di ruang guru, Ibu Anisa masih memikirkan ketidak hadiran Giska yang
tanpa kabar. Sempat terpikirkan untuk menelepon orang tuanya, tetapi bu
Anisa belum menyimpan nomor kontak mereka, begitu juga di bagian Tata
Usaha sekolah, Dia juga tidak mendapatkannya.
Bu
Anisa sejenak berhenti memikirkan masalah Giska karena harus
melaksanakan tugas mengajar di kelas VII B dan VIIC. Hari ini dia
biarkan berlalu tanpa mendapatkan kepastian tentang ketidak hadiran
Giska. “Mungkin mereka sekeluarga masih sibuk dengan berbagai urusan,
mereka kan baru pindah beberapa hari yang lalu” pikirnya mencoba
meredakan rasa penasarannya.
_________@@@@@_____
Udara
segar pegunungan mengiringi langkah Ibu Anisa menuju ke sekolah. Tepat
pukul 07.00, Ibu Guru muda yang cantik itu sudah memasuki gerbang
sekolah dengan kendaraan Yamaha Mio-nya. Satu tekadnya ingin mengetahui
apakah Giska hari ini hadir di sekolah atau tidak.
Bel masuk belum lagi berbunyi, Bu Anisa telah berada di depan kelas VII A, Dia tidak menemukan Giska di sana.
“Ada yang melihat Giska?” tanyanya kepada sekelompok anak yang berada di depan kelas.
“Tidak, Bu” Jawab mereka hampir berbarengan.
Bu Anisa menyapu semua sudut yang terjangkau pandangannya. Giska tidak juga ditemukan.
“Hari
ini saya tidak ada jam mengajar, saya mohon izin untuk mengunjungi
Giska, murid baru itu, Pak. Sampai hari ini dia belum juga masuk” Ibu
Anisa meminta izin untuk melakukan home visit.
Rumah
dinas yang ditempati keluarga Giska terlihat lengang, Ibu Anisa
melangkah ragu memasuki halaman rumah itu. Sebelum Dia sempat mengetuk
pintu seorang ibu muda kira-kira berusia 37 tahun muncul dari balik
pintu dan menyambut Ibu Anisa dengan ramah.
“Oh, ada Ibu guru rupanya. Silakan masuk, Bu…?”
“Anisa” Bu Guru Anisa menyebutkan namanya
“Oh ya, Ibu Anisa, maaf, mungkin karena baru bertemu satu kali, saya belum hafal nama Ibu” Ibu guru Anisa hanya tersenyum. Mereka kemudian beriringan masuk dan duduk berhadapan di ruang tamu.
Setelah sedikit berbasa-basi, akhirnya Ibu Annisa mengutarakan maksudnya. Pembicaraan berubah serius, air muka orang tua Giska pun terlihat berubah. Senyum yang sedari tadi mengembang tiba-tiba menghilang.
“Saya
juga cemas dan bingung, Bu. Saya sudah berusaha membujuknya tetapi
sampai tadi pagi dia masih belum mau diajak bicara. Dia terus menerus
mengurung dirinya di kamar”
“Ibu sudah tahu, apa sebetulnya yang terjadi pada Giska?” Ibu Anisa mencoba mencari tahu.
“Itulah,
Bu Guru. Giska selalu bungkam setiap kali saya tanyakan alasannya, jika
saya agak keras dia menangis dan masuk ke kamarnya”
“Boleh saya bertemu Giska sekarang, Bu?”.
“Silakan, Bu Guru, mari saya antar ke kamarnya”
Kamar Giska berada di dekat ruang makan, pintu kamar itu tertutup rapat.
“Giska,
ini ada Ibu guru Anisa, kami boleh masuk kan?” Ibu Anisa sedikit
terkejut sekaligus kagum mendengar kata-kata ibu Giska itu. Meskipun
Anisa masih kecil tetapi ibunya sudah menghargai privasinya.
“Ya,
ma. Giska saja yang keluar” Giska muncul dari balik pintu, kemudian
mencium tangan Bu Guru Anisa. Bu Anisa beserta Giska dan mamanya kembali
menuju ruang tamu.
“Giska, apa kabar?, Ibu kangen sama Giska”
“Baik, Bu” jawaban Giska sengkat saja.
“Ibu ingin Giska kembali ke sekolah” lanjut Ibu Anisa
Giska hanya diam dengan kepala tertunduk. Samar terlihat dia menggeleng lemah.
“Giska marah sama Bu Guru?” kembali Ibu Anisa membujuk dan kembali Giska menggeleng.
Pertemuan Ibu Anisa dan Giska hari
ini belum membuahkan hasil sesuai yang diharapkannya. Ibu Anisa
akhirnya berpamitan dengan satu tekad “Aku harus tahu, apa yang terjadi
sebenarnya”
___________________@@@@@____________________
“Windi,
Giska waktu hari jum’at sebangku dengan kamu, kan?” Bu Anisa mulai
menanyai beberapa murid kelas VIIA, Dia tidak memanggil mereka ke ruang guru ataupun ke ruang BP. Ibu Anisa melakukannya di kantin.
“Iya, Bu” jawab Windi polos.
“Giska tidak bercerita apa-apa?, misalnya dia tidak ingin pindah ke sini, atau dia marah atau kecewa pada seseorang?”
Sejenak
Windi mengingat-ingat apa yang telah Dia dan Giska lakukan selama hari
Juma kemudian dia menggeleng. “Tidak, Bu, Dia tidak mengatakan apa-apa.
Keliatannya sih dia senang sekolah di sini” lanjut Windi.
“Selain bersama kamu, hari itu Giska bermain dengan siapa lagi?”
“Hari itu Giska hanya bersama dengan saya, Bu. Bahkan saat pulang sekolah dia mengajak saya mampir ke rumahnya”
Ibu Guru Anisa mencatat setiap jawaban yang dianggapnya penting layaknya detektif professional yang tengah menyelidiki sebuah kasus besar.
“Mega, waktu hari Sabtu, Ibu lihat saat istirahat kamu bersama Giska, betulkan?”
“Iya, Bu” Mega menjawab dengan raut wajah sedikit bingung. “Memang kenapa Bu?” Dia balik bertanya.
“Tidak ada apa-apa, Ibu hanya ingin tahu mengapa tiga hari ini Giska tidak datang ke sekolah”
“Mungkin Dia sakit, Bu” Mega menduga-duga. Ibu Anisa hanya tersenyum.
“Kamu sempat melihat hal aneh atau apalah…yang pasti sebuah kejadian terhadap Giska pada hari itu?” lanjut Ibu Anisa
“Maksud ibu, hal aneh apa Bu?” Mega masih bingung.
“Misalnya, ada teman yang menjaili Giska atau ada yang mempermalukannya, atau ada yang menakut-nakutinya, seperti itu”
“Oh
iya, Bu. Waktu itu…” Tiba-tiba terdengar suara menyela dari samping
kanan Ibu Anisa. Mila berdiri di situ dengan senyum manisnya.
“Oh, kamu Mila, apa yang terjadi pada Giska pada hari itu?”
“Giska bilang, dia ingin ke toilet dan minta antar kepada saya, karena saya males nganternya, saya tunjukkan saja tempatnya”
“Lalu, Giska pergi sendiri ke toilet?”
“Iya, Bu. Tapi cuman sebentar, saya lihat dia lari ke kelas. Mukanya pucat”
“Apa yang terjadi dengan Giska?”
“Gak tahu, Bu”
Ibu Anisa mulai merasa menemukan titik terang, untuk memperjelas masalahnya diapun melanjutkan penyelidikannya ke toilet siswa.
Masih
dua meter menjelang pintu toilet, ada aroma menyengat yang menusuk
lubang penciumannya. Ibu Anisa terus masuk, suasana mencekam
menyergapnya. Matanya tertumpu kepada sarang laba-laba yang bergayut di
langit-langit, hampir menutupi setiap sudut ruangan itu. Saat melihat ke
lantai, beberapa keramik telah terlepas. Pada bagian yang terlepas itu
telah ditumbuhi oleh lumut dan berwarna hijau kehitam-hitaman.
Ibu Anisa terus bertahan,
lalu pandangannya diarahkannya ke dinding yang sudah tidak jelas
warnanya. Kepala Ibu Anisa mulai terasa pusing, perutnya mual. Dia
menyerah dan bergegas meninggalkan ruangn itu.
_________________@@@@@_______________
“Pak, saya ingin mengusulkan sesuatu” Pagi ini Ibu Anisa kembali menghadap Bapak Kepala Sekolah di ruangannya.
“Silakan, siapa tahu usulan itu memang kita perlukan” Sambut Bapak kepala sekolah dengan ramah.
“Saya
ingin mengajak seluruh warga sekolah, mulai dari penjaga, siswa, juga,
maaf, Bapak tentunya bergotong royong membersihkan dan merenovasi kamar
mandi siswa.
“Kalau merenovasi, dananya belum ada, Bu”
“Saya
pikir, kita tidak butuh dana terlalu besar, Pak. Paling-paling hanya
untuk membeli cet dan sedikit semen, untuk tenaga dengan bergotong
royong saja” Ibu Anisa begitu bersemangat menyampaikan usulannya.
“Ibu, yakin bisa mengondisikannya?”
“Dengan izin dan dukungan Bapak tentunya
Tidak
membutuhkan waktu terlalu lama untuk mengatasi hal itu, Sehari
berselang ruang toilet siswa itu sudah sangat bersih dan sehat.
Ibu
Anisa dengan senyum mengembang dan penuh keyakinan menyampaikan hal itu
kepada Giska. Sejak hari itu Giska kembali ke sekolah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar