Vivi Vilawati
Bagi Reva, seakan tak
pernah bosan bermanja-manja di pangkuan sang suami tercinta, memandang wajahnya
yang berjerawat, memainkan rambutnya yang super keren “katanya” sampai memijit
hidungnya yang mancung,, yaa itulah yang membuat perempuan 25 tahun itu selalu terlihat
bahagia memiliki suami yang sausianya. Hidup bersama Rayhan Saputra dijalaninya
sudah hampir satu tahun. Perempuan yang
berprofesi sebagai guru bantu di Sekolah itu seakan tak pernah bisa sehari saja
untuk tak bahagia, bukan karena kehidupannya yang layak dan serba mencukupi,
namun karena Reva menyadari bahwa segala yang ia miliki semua patut disyukuri ,
itulah yang selalu membuatnya bahagia menjalani hidup ini.
Reva yang walau hanya tinggal bersama seorang ibu,
tak pernah merasa sedih ataupun kekurangan kasih sayang. Sebelum anak
perempuannya itu menikah, Lasmini tak pernah mengabaikan apapun yang diminta
anak gadisnya itu, semua kebutuhan Reva dicukupinya dari hasil membuka kios
dagangan miliknya. Walau dirinya hanya seorang janda, Lasmini ternyata
membuktikan bahwa dirinya mampu mengurus Reva hingga anak gadisnya itu mampu
menyelesaikan pendidikan Strata 1 di perguruan tinggi terkemuka di Indonesia.
Lasmini sangat perduli pada kehidupan Reva. Mulai dari hal terkecil, sampai
pada ketika Reva dilamar oleh Ray pun, Lasmini tetap tak pernah membuat Reva
bersedih. Walau sebenarnya Lasmini sudah punya pilihan laki-laki yang lain yang
dikiranya pantas untuk Reva. Namun ketika dengan raut muka yang sangat
menggambarkan kebahagiaan itu mengatakan
“Ibu, aku sangat mencintai Ray. Empat tahun bukanlah waktu yang sedikit
untuk membuat aku meyakinkan hatiku bahwa Ray adalah laki-laki terbaik yang
pernah aku temui di dunia ini”.
Mendengar
perkataan yang begitu mengharukan dari sang anak, akhirnya Lasmini pun
membatalkan niatnya untuk menjodohkan Reva dengan laki-laki pilihannya. Reva
terlihat sangat tulus ketika mengatakan hal yang membuat hati sang ibu terharu,
Reva terlihat penuh harap dengan hubungan yang sudah dijalaninya dengan Ray.
Lasmini akhirnya mengiyakan keinginan Reva dan menerima lamaran Ray dan
keluarganya.
“Untukmu anakku, apapun akan aku lakukan”
usik Lasmini dalam hati.
Berjalanlah
resepsi pernikahan yang sungguh istimewa dan berkesan elit. Keluarga besar Ray
yang hartawan sekaligus dermawanlah yang mempersiapkan segala kebutuhan acara
pernikahan mereka. Lasmini bersyukur dirinya dapat dipertemukan dengan
orang-orang yang baik dan mau menerima ia dan anaknya tanpa memandang derajat.
Bahagianya Reva dan Ray bak Raja dan Ratu di
kayangan yang mempunya segalanya. Yaaaaa, segalanya, “cinta diatas segalanya”,
begitulah ujar Reva pada Ray ketika mereka bercanda di taman belakang rumah.
Bak ratu di istana, Reva tak pernah dibiarkan menyentuh pekerjaan apapun oleh
Ray. Semua pekerjaan rumah di tugaskannya kepada pembantu, begitu pula ibu
mertua yang sangat dihormatinya itu tak pernah ia biarkan melakukan pekerjaan
apapun.
“nak, ibu rasa,
kita perlu tinggal di rumah sebesar ini, rumah ibu yang lama kan masih layak
untuk kita tempati, lagipula ibu masih terbayang semua kenangan yang terjadi di
rumah itu ! “ ujar sang ketika Reva dan Ray
hendak masuk ke dalam rumah.
“bukan maksud Ray memisahkan ibu dari kenangan indah itu bu, Ray
hanya ingin ibu dan Reva benar-benar merasakan kehidupan yang lebih baik.
Maafkan jika ini menggores hati ibu, tapi sungguh, Ray hanya ingin kita
bahagia” jawab Ray
dengan penuh harap agar sang ibu mau tetap tinggal bersamanya.
Reva
yang berdiri sambil menggandeng tangan Ray hanya tersenyum manis sebelum ia
berkata “ibu, dimanapun kita tinggal, yang terpenting adalah kita tetap bersama,
iyaa kan buu ?” ujar Reva sambil
memeluk Lasmini. “baiklah, jika itu yang kalian
inginkan. Ibu hanya ingin anak menantu ibu bahagia”. Jawab Lasmini sambil membalas pelukan Reva.
Termasuk pula Reva yang akhirnya harus berhenti
dari tugasnya sebagai tenaga pendidik. Bukan karena Ray tak menghargai
profesinya, namun Ray pikir, istri adalah perhiasan yang harus benar-benar dimuliakan.
Maka dari itu, Ray meminta Reva untuk beralih menjadi bidadari di istananya. Berbulan-bulan
Ray dan Reva memadu kasih dalam mahligai rumah tangga yang membuat keduanya
larut dalam kebahagiaan. Tak ada yang membuat mereka bersedih, walau pertengkaran
kecil selalu menjadi bumbu pada pernikahan mereka. Namun, Tuhan tak selamanya
memberikan kebahagiaan pada mahluknya,
adakalanya, hadiah Tuhan dibungkus dengan lapisan masalah yang memilukan.
Sore itu, dengan suasana hati yang teramat tegang
namun mencoba untuk pasrah, Reva duduk bersandar di bahu Ray yang masih menggunakan
stelan jas yang selalu dipakainya ketika bekerja. Setelah menikah Ray, memang
beralih jabatan, yaitu sebagai Direktur Utama di perusahaan sang Ayah, itulah
sebabnya banyak waktu yang ia habiskan di kantor.
Dengan
hembusan nafas yang hampir tak terdengar, Reva mencoba untuk tenang, dan
berkata
“Ray, aku tak sanggup jika harus kehilang ibu saat ini juga, aku belum
bisa membahagiakannya” .
Ray
mengubah posisi duduknya, kali ini Ray lebih terlihat seperti sedang memeluk Reva
“ Sayank, jodoh,rezeki dan kematian itu adalah taqdir-Nya, apapun takkan
bisa mengubahnya jika Allah sudah menentukannya”.
Reva terdiam, tanpa terasa, dua butir embun yang
sedari tadi ditahannya kali ini harus terjatuh karena kesedihan yang amat
mendalam. Ibunda yang divonis positif terkena stroke saat ini sedang berjuang
melawan dahsyatnya sakit yang dirasa. Dua bulan setelah pernikahan Reva, wanita
paruh baya dengan usia 50 tahun itu sudah tak kuasa lagi walau hanya berjalan
ke kamar mandi, darah tinggi yang dideritanya setahun belakangan ini ternyata
membuat Lasmini harus berhenti melakukan seluruh rutinitasnya, dari mulai mengerjakan
seluruh pekerjaan rumah sampai rutinitas yang selama ini menjadi pengasilannya,
yaitu membuka kios di depan rumah pun sudah tak lagi ia lakukan.
“Ray, aku ingin sekali menemani ibu yang mungkin ini akan menjadi
saat-saat terakhirnya”
celoteh
Reva sebari membenarkan posisi duduknya agar terlihat lebih tegar.
“Sayank, dokter sedang mencoba memberikan pertolongan pada ibu,
sebaiknya kita menunggu saja. Dan bukankah lebih baik kita berdo’a dibanding
kita gelisah tak menentu seperti ini”
kata
Ray yang berusaha menenangkan sang istri. Reva mengangguk sebari menundukkan
kepalanya dan entah apa yang dikatakannya pada sang pencipta, mungkin ia
meminta agar Allah menyembuhkan ibu yang selama ini merawatnya. Walau ia tahu,
bukan Lasmini yang telah melahirkannya ke dunia ini.
Banyaknya
orang yang berlalu lalang di lorong rumah sakit itu, membuat suasana hati
sepasang suami istri itu semakin tak tenang, keduanya ingin segera mengetahui
bagaimana kondisi sang ibu saat ini. Jika melihat kondisi di rumah tadi, rasanya
taka ada lagi harapan untuk wanita pengidap darah tinggi itu hidup. Badan yang
sudah hampir seluruhnya mati, semakin sulit untuk menghembuskan nafas-nafas
yang menyambungnya untuk tetap hidup. Lasmini memang tak banyak diobati dengan
berbagai alat medis, karena dokter menyarankan, bahwa penderita stroke
sebaiknya perlu menjalankan beberapa terapi agak membantu proses penyembuhan
otot-otot yang kaku.
Sudah beberapa kali Reva membawa ibunya pada
tempat-tempat terapi, namun hasilnya tetap saja nihil. Kian hari keadaan
Lasmini kian memburuk. Sedari pagi, Lasmini meringis kesakitan, entah apa dan
bagian mana yang terasa sakit kali ini, jangankan untuk menengokkan kepala pada
arah samping, untuk mengalihkan pandangan mata saja terlihat sangat sulit, hal
inilah yang membuat Reva segera mengambil keputusan untuk meminta pertolongan
untuk ibunda pada pihak rumah sakit. Ray yang sedang bekerja, saat itu pun
terpaksa harus pulang karena tak kuasa mendengar istrinya menangis ditelpon
menceritakan bagaimana keadaan ibunya.
Pintu yang hampir seluruh bagiannya terbuat dari
kaca tebal itu mulai terbuka, Reva dan Ray dengan sigap segara berdiri dan
menghadap pada seorang dokter laki-laki yang keluar dari pintu besar tadi.
“Dok, bagaimana kondisi ibu saya ?”
Tanya
Reva dengan harap-harap cemas. Dokter berkaca mata itu terlihat sulit sekali
untuk menjawab, hingga Ray pun angkat bicara
“ Dok, ibu saya bagaimana ? baik-baik saja kan ?”
Tanya
Ray sebari melingkarkan tangannya pada bahu Reva, dan ternyata Reva mulai
mengeluarkan air mata pilunya. Dengan wajah yang murung dan tak enak untuk
dipandang, akhirnya dokter itu pun menjawab
“ Mohon maaf
sebelumnya Bu Pak, dengan berat hati saya katakan, ibu Lasmini, sudah tiada.
Tekanan darah yang sangat tinggi membuat jantungnya tak mampu untuk memompa
darah, sehingga ibu Lasmini tidak dapat terselamatkan. Ibu dan Bapak yang sabar
yaaa, saya turut berduka”.
Sungguh bak tersambar petir di siang hari. Badan
yang sedari tadi sudah setengah lemas, kali ini dibuat seperti tak berdaya,
mata yang mulai deras mengeluarkan airnya dan hati yang sungguh sakit bak
tertusuk anak panah. Reva yang menjerit histeris mendengar jawaban itu segera
dipeluk erat oleh Ray.
“Ibuuuuuuuu, jangan tinggalin Reva bu, Reva belum bisa bahagiain ibuuuuuu”.
Dengan
isak tangis dan nafas yang tersendu-sendu Reva masuk ke ruang ICU dengan
diikuti Ray. Tak kuasa menerima semuanya, dipeluklah dengan erat jenazah sang
ibunda oleh anak perempuan yang 25 tahun lamanya menemani hidup sang ibunda
dengan penuh suka cita. Sebari menggoyah-goyakan badan sang ibunda Reva terus
menangis, Ray yang tak kuasa melihat sang istri hanya mampu menenangkannya
dalam pelukan dadanya yang bidang.
2 bulan sudah kepergian ibu. Reva yang mencoba untuk mengikhlaskan
segalanya ternyata tak semudah membalikkan telapak tangan. Ray yang selalu ada
disampig Reva tak pernah kehabisan akal untuk selalu membuat Reva bahagia.
Kecintaannya pada Reva yang membuat segalanya menjadi bukanlah sebuah beban, tapi memanglah sebuah
keharusan. Dan usahanya ternyata tak
sia-sia, menjelang bulan ke 4 dari perginya ibunda, Ray dan Reva terkejut
dengan hasil tes yang telah dilakukannya pada dokter kandungan beberapa hari
yang lalu. Reva positi hamil. Itulah salah satu cara Tuhan memberikan yang
terbaik untuk mahluknya. Ketika sang ibunda pergi meninggalkan dunia yang fana
ini, maka Tuhan memberikan hal yang paling diharapkan oleh seorang wanita,
yaitu seorang bayi yang akan lahir dari rahimnya. Kesedihan yang sudah berlalu
diganti-Nya dengan harapan-harapan untuk bahagia dengan dikaruniainya seorang
calon anak.