Tuti Siti Zahroh
Setiap
manusia pasti punya rasa cinta. Cinta yang mesti dijaga kesuciannya.Itulah yang
selalu dikatakan oleh ustadz Jefry. Berbeda dengan Zahira, gadis cantik yang setiap
lelaki pasti ingin memilikinya. Zahira anak ketiga dari tiga bersaudara. Dia
hidup dalam keluarga broken home.Zahira
tinggal bersama papanya. Kedua kakaknya kebetulan telah berumah tangga dan
telah memiliki rumah sendiri.
Sejak
hidup terpisah dengan mamanya, semua kebutuhan Zahira dipenuhi oleh papanya Papanya
begitu telaten merawatnya. Ketika masih duduk di bangku SMP, Zahirasudah
kelihatan mandiri, hal ini yang membuat sang papa semakin sayang kepadanya.
Pagi
ini zahira akanberangkat ke sekolah. Zahira menghampiri papanya yang tengah menunggu sambil membaca koran dan
ditemani secangkir kopi untuk berpamitan.
”Ra,
kamu sekolah yang benar, ya.Gapailah cita citamu. Jangan seperti mamamu….ingat
jangan dulu pacaran karena pendidikan kamu harus yang menjadi no 1” ujar sang
papa saat Zahira mencium tangannya .Zahira mengangguk mengiyakan kemudian
berlalu meninggalkan papanya.
Waktu
bergerak begitu cepat.Zahira kecil kini sudah menjelma menjadi seorang gadis
cantik.Papa yang sangat mencintai anak bungsunya itu mulai diliputi rasa cemas.
Dia takut Zahira akan terperosok pada pergaulan anak muda zaman sekarang yang
terkadang begitu jauh dari nilai-nilai kebajikan. Kecemasan yang datang karena
ketiadaan sosok mama dalam kehidupan Zahira.Kecemasan yang berakibat dia sangat
ketat menjaga Zahira.
***
Sore
ini Zahira bersama sahabatnya tengah asyik menikmati segelas lemon tea di kantin sekolah.Dia tidak
menyadari saat sepasang mata terus tertuju kepadanya.Tak lama kemudian
laki-laki yang sedari tadi memperhatikannya itu berdiri dan melangkah
menghampiri.
“Hai,
boleh gabung di sini?” ujarnya sambil langsung menduduki bangku kosong yang ada
tepat di depan Zahira. Zahira dan sahabatnya hanya saling pandang. Laki-laki
yang duduk didepannya itu mengulas
senyum. Dada Zahira tiba-tiba berdegup kencang.Laki-laki itu Alif.Pemain basket
andalan sekolah mereka.Alif yang dipuja-puja oleh hampir seluruh anak perempuan
di seantero sekolah.
Alif
ternyata begitu pandai mencairkan suasana.Zahira yang pemalu dan selalu dingin
terhadap teman laki-lakinya, kini lebih banyak mengumbar senyum.Pertemuan ini
menyisakan kebimbangan di hati Zahira. Alif telah berhasil menciptakan
getar-getar cinta di hatinya, tetapi pada saat yang sama, Zahira selalu ingat
kata-kata ayahnya.“Jangan berpacaran, sekolah nomor satu!”
Perhatian
Alif yang begitu besar terhadap Zahira, pertemuan-pertemuan yang semakin sering
terjadi membuat Zahira merasa nyaman mengenal dirinya. Larangan berpacaran dari
papanya mulai terabaikan, apalagi Arif selalu meyakinkan dirinya bahwa dia
berhak bahagia, dia berhak mencintai dan dicintai.Zahira akhirnya mengangguk
setuju ketika Arif mengungkapkan keinginannya untuk menjadi kekasih Zahira.
Sudah
dua bulan Zahira berpacaran dengan Alif.Selama ini dia selalu berhasil menutupi
semua itu dari papanya.Papa yang sempat curiga dangan perubahan sikap dan
penampilan Zahira selalu berhasil diyakinkannya.‘Aku terpaksa bohong pada
Papa.Papa yang membuat aku begini.Seandainya Papa seperti papa-papa yang lain,
yang memahami anaknya, aku tentu akan jujur pada Papa’ suara hati Zahira, membuat
pembenaran sendiri atas semua kebohongannya.
Malam
belum terlalu larut saat papa masuk ke kamar Zahira.Awalnya dia hanya ingin
berbincang karena beberapa hari terakhir ini dia agak sibuk sehingga kurang
berkomunikasi dengan anak gadisnya itu.Zahira telah tertidur dengan pules. Buku-bukunya
masih berserakan di atas meja belajar, sepertinya dia kelelahan setelah
mengerjakan tugas-tugas sekolahnya. Papa Zahira kemudian merapikan buku-buku
itu, tetapi kesibukkannya terhenti saat mendengar dering telepon genggam milik
Zahira. Sebuah pesan terbaca jelas pada layar
perangkat seluler itu. ”Ra jangan lupa besok kita bertemu di taman zaini
sehabis pulang sekolah.”
“Ra,
siapa yang tadi malam sms kamu?” tanya
Papa Zahira tiba-tiba, saat
mereka berada di meja makan untuk sarapan.
“Maksud,
Papa?” Rara yang belum menyadari akan keberadaan sms itu balik bertanya dengan
wajah polosnya.
“Coba
lihat HP-mu!”lanjut papa Zahira dengan tegas. Zahira lalu mengeluarkan telepon
genggam dari tas sekolahnya. Wajah Zahira tiba-tiba memucat, tetapi secepat
kilat dia menyenggol gelas susu yang ada di depannya hingga terjatuh dan pecah.
“Hati-hati,
Ra,” ucap papanya saat melihat Zahira sibuk memunguti pecahan-pecahan kaca yang
berserakan di lantai.
Pertanyaan
itu diulang lagi oleh papa ketika Zahira berpamitan untuk berangkat ke sekolah,
tetapi Zahira telah menyiapkan jawaban yang sangat masuk akal dan mampu membuat
papanya percaya.
***
Sudah
pukul lima sore, satu-satu pengunjung mulai meninggalkan taman. Zahira dan Alif masih asik menikmati
kebersamaan mereka.Taman yang sepi telah membuat mereka lupa diri, lupa pada
batasan-batasan yang harusnya tak boleh dilanggar.
“Dari
mana, Ra?Sesore ini baru pulang,” Papa menyambut Zahira dengan muka merah.
“Tadi
di taman hujan, Yah.Aku dan Mita nunggu reda dulu. Lagi pula Ara kan sudah
bilang mau pergi ke taman dengan Mita, ada tugas kelompok yang harus kami kerjakan.”
“Tapi
kamu kan tidak bilang mau pulang sesore ini?”Papa bersikukuh.
“Pa…Memang
Papa mau aku hujan-hujanan terus sakit.Papa mau aku sakit?” Zahira yang sangat
tahu kelemahan papanya menggunakan cara
itu untuk meredakan kemarahannya.
***
Sudah
sebulan ini Zahira merasa ada yang tidak beres dengan dirinya.Kepalanya yang
sering pusing dan perut yang sering mual membuat dia benar-benar cemas. .
Diam-diam Zahira melakukan tes kehamilan dengan menggunakan tespeck yang
dibelinya di sebuah apotik.Dua garis merah yang muncul pada alat tes kehamilan
itu seperti sebuah isyarat kematian bagi Zahira. Terbayang kembali apa yang
pernah dilakukannya berdua dengan Alif. Saat itu dia sudah menolak, tetapi Alif
terus memaksa sehingga akhirnya dia menyerah.
Semua
sudah terjadi.Zahira harus menanggung sendiri semua akibatnya karena Alif
tiba-tiba menghilang begitu saja.Zahira juga tak mungkin mengatakan hal ini
kepada papanya. Laki-laki paruh baya itu pasti sangat marah, bahkan kemarahanitu mungkin bisa menghancurkannya, Bagi Zahira
hidupnya seakan telah berakhir. Tak ada lagi masa depan yang bisa diimpikannya.
Hanya satu yang ada dalam pikiran Zahira saat ini. Dia akan pergi jauh
meninggalkan orang-orang yang dicintainya.
Pagi
ini, papa Zahira bermaksud membangunkan anak gadisnya yang belum juga keluar
dari kamar.Beberapa kali dia mengetuk pintu kamar, tetapi tak juga ada sahutan.
Perlahan dia membuka pintu yang ternyata tidak dikunci lalu
masuk
“Ra…?”
panggil papa, tapi tetap tak ada
sahutan. Dikitarinya seluruh ruangan
kamar, tapi dia tak menemukan gadis kesayangannya.Tiba-tiba matanya tertumpu
pada sebuah kertas yang terlipat yang berada di atas meja belajar Zahira.
“Pa, Maafkan
Ara. Ara bukan anak yang baik.Ara sudah melakukan kesalahan besar.Ara tidak mau
Papa ikut menaggung malu karena perbuatan Ara.”
Laki-laki paruh
baya itu hanya tercenung. Selama ini dia merasa telah melakukan yang terbaik
untuk anak gadisnya, nyatanya…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar