“Halloo, kamu Fe kan ? Ferlita yang tinggal di daerah Rawa mangun dan kuliah di fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Jakarta, jurusan Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia? punya Hobby membaca buku-buku fiksi dan sekali-sekali menulis di majalah kampus..?” cowok ini terus nyerocos dalam bis kota yang kami tumpangi. Di antara suara cempreng anak kecil pengamen yang bernyanyi sambil memukul-mukul kaleng bekas sof drink, juga teriakan kondektor yang dengan semangatnya memanggil-manggil penumpang “Mangun....mangun....mangun.....!!!”, Bau keringat yang bercampur aroma berbagai merek parfum tidak lagi menggangguku, sudah biasa, aku berusaha keras mengingatnya tapi hasilnya nol besar. Pertemuan ini tanpa rencana dan tanpa janji sebelumnya.
Sementara aku hanya bisa bengong, berusaha mengenalinya lagi, dan berpikir keras di mana aku pernah bertemu dengannya sebelum ini?.
“ he eh....iya, betul..betul...”, hanya itu jawaban yang keluar dari mulutku, Gila ...siapa cowok ini? Begitu detil dia tau tentang aku..jangan-jangan dia berniat memperdaya aku dengan sebelumnya menguntit dan mencari tau, supaya aku percaya dan membuka diri lalu...hiiih......serem!!
“Bagaimana perkembangan aktifitas tulis menulisnya? Sudah merambah penerbitan umum belum?” tanyanya kemudian.
“Sudah mencoba, tapi belum goal...”jawabku sekedarnya.
Sejak pertemuan di bis kota itu, banyak pertemuan-pertemuan lain yang terjadi, lama-lama aku pun menjadi akrab dengannya. Dia adalah Deris, aku bertemu pertama kali dengannya ketika diajak kakakku menghadiri reuni bersama teman-teman SMPnya.
Mulanya biasa saja tapi kemudian pertemuan demi pertemuan itu telah menumbuhkan benih-benih cinta di hatiku.
Kisah cintaku dengan Deris berjalan sangat mulus, nyaris tanpa pertengkaran, kalaupun ada perdebatan, itu hanya perdebatan kecil sebagai bumbu penyedap hubungan itu saja.
Deris dan aku selalu berusaha menjaga keutuhan serta kesucian nilai-nilai indah yang kami namai cinta itu.
Pernah suatu ketika aku, Deris, libur bareng dengan salah seorang teman sekantornya yang juga membawa kekasihnya. Kami menginap di sebuah losmen yang memiliki 2 kamar, aku tidur bersama kekasih teman Deris itu,Wiwin namanya, sedangkan Deris tidur sekamar dengan temannya.
Tengah malam aku terjaga, adalah kebiasaanku apabila menginap di luar rumah pasti tidurku tak nyenyak, alangkah kagetnya aku, Wiwin yang tadi tidur sekamar denganku, tidak lagi kulihat, jam di Hpku menunjukkan sudah pukul 02 dini hari. Kemana dia?, kucoba menajamkan pendengaranku, sambil terus clingak clinguk ke seluruh ruangan, Wiwin tetap tidak kutemukan. Aku khawatir terjadi sesuatu dengannya.
Akhirnya aku putuskan untuk melihatnya di luar kamar, kubuka pintu kamar perlahan, aku tak ingin suara deritannya mengagetkan semua orang, lho...?! yang aku temukan justru Deris yang tertidur nyenyak di sofa.
“Der...Deris...” kusentuh tubuhnya perlahan, tidak tega sebetulnya membangunkannya dari tidur nyenyaknya.
“Eh.....kamu Fe, ada apa? Jam berapa ini?” Deris menjawab sambil menguap dan mengucek –ngucek matanya, mukanya lecek, tapi itu tetap indah dimataku.
“jam 2 lewat”
“oh..., kenapa bangun..ada apa?”
“Wiwin menghilang, Aku takut sendirian...tapi kamu kenapa tidur di luar?”
“Enggak kenapa-napa, udah balik lagi sana ke kamar, gak usah takut, aku ada di sini kok”
“tapi… Bagaimana dengan Wiwin? Dia kemana?” tanyaku lugu, atau malah nampak Oon di mata Deris
“Ada.!, udah jangan banyak tanya, tidur lagi ke sana..” Deris membimbingku, atau tepatnya mendorongku ke depan pintu kamar. Dan dia kembali meneruskan tidurnya. Itulah Deris, Dia tidak memanfaatkan keadaan, Dia memilih tidur di luar, karena temannya meminta Dia dan wiwin tukaran kamar.
Semua berjalan sesuai rencana, harapan dan impian yang aku dan Deris bangun pun tak mendapat halangan dari sesiapapun, Deris dan keluarganya akhirnya memintaku dari orang tuaku, Mereka meminangku, setelah kami membina cinta ini selama 3 tahun.
Pernikahan itu tinggal satu bulan lagi, aku dan Deris sibuk mempersiapkan semuanya, kami ingin semuanya sempurna, sesempurna cinta kami, termasuk untuk foto prawedding, kami memilih puncak yang romantis, di sebuah villa milik keluarga Deris yang dipenuhi bunga beraneka warna.
Usai kegiatan pemotretan, aku dan Deris memilih beristirahat dulu di villa, sementara tim pemotretan sudah mendahului pulang.
Udara dingin yang mengantarkan semilir harum bunga, terasa semakin indah di saat Deris memeluk erat tubuhku, kami begitu menikmati syahdunya kemesraan itu. Pelukan Deris semakin erat, dan debar-debar kencang di hati kami telah meluruhkan semua yang kami pertahankan selama ini, aku sempat mengingatkan deris untuk bersabar
“Der..tinggal sebulan lagi, sabar”
“Apa bedanya? Toh aku sudah pasti akan jadi suamimu?”
“Tapi Der....?”
“Fe, sebulan itu terlalu lama untukku merasa memilikimu seutuhnya, padahal semuanya kan sudah pasti, Fe, tak akan ada lagi yang bisa memisahkan kita, pernikahan itu hanya soal melegalkannya saja sayang, kau pasti menjadi istriku, dan aku adalah suamimu, sekarang atau sebulan lagi, sama saja Fe….”
Seribu bahkan mungkin sejuta setan akhirnya menari-nari mengiringi helaan demi helaan nafas kami
Persiapan pernikahan itu sudah hampir mencapai akhirnya, dua hari lagi !!, Suasana rumahku sudah nyaris seperti persiapan penyelenggaraan pasar malam, semua saudara mama dan papaku yang berada di luar kota telah berkumpul, rumah penuh sesak, semuanya sibuk dengan berbagai aktivitas, ada yang sedang meronce bunga, memask kue-kue tradisional, mencoba baju-baju kebaya yang sudah dipersiapkan untuk dikenakan pada hari H nya nanti.
Aku sangat bahagia, kebahagiaan itupun ada pada mama, papa, dan Kak Rey, yang juga teman Deris.
“Hebat kamu Fe, kamu tidak seperti gadis-gadis lain yang selalu gonta-ganti pacar, yang lebih parah lagi ada yang akhirnya terpaksa menikah karena kecelakaan alias tekdung” aku hanya tersenyum dengan pujian dari adik mama itu, habis mau apa lagi, aku kan gak mungkin bilang pada tanteku bahwa sebetulnya aku juga gak beda dari mereka.
Pukul 23.00 pada saat sebagian orang sudah mulai beranjak ke pembaringan, Hp ku berdendang, Suara agnes Monika yang melantunkan “Karena Kusanggup” itupun ku raih, mama Deris meneleponku, masih ada saja yang perlu dikompromikan lagi pikirku, kudekatkan HP ke telinga,
“Hallo ma, selamat malam..”
“Fe…cepat kemari nak!, Deris... Deris...Dia… Dia kecelakaan...keadaannya sangat parah... jangan sampai terlambat Fe... kata dok…” Tiba-tiba tubuhku lemah, tak sanggup lagi aku berdiri, semuanya hancur… dan akupun ambruk…
Awal Desember 2011