Minggu, 09 Desember 2012

 Televisi Berwarna Pertama di Rumah Kami



13460236611256734225
Di tahun 1977, di sekitar tempat tinggal kami, belum semua keluarga memiliki televisi berwarna untuk bisa menikmati siaran gambar hidup dengan warna itu, aku harus menumpang di rumah tetangga. Menonton televisi di rumah tetangga lebih banyak tidak enaknya karena seringkali tengah asyik menonton aku sudah di suruh pulang oleh abak, tentu saja aku tidak boleh nonton lama-lama karena siaran televisi hanya ada malam hari, mulai pukul 17.00 s.d. pukul 24.00 WIB.
Acara televisi pada waktu itu yang sangat terkenal adalah film MANIX, seorang detektif yang memiliki asisten catik berkulit hitam bernama Pegi. Film MANIX diputar setiap hari kamis setelah berita malam pukul 21.00 WIB, jadi sekitar pukul 22.00 WIB.
Pernah suatu malam, tanpa sempat meminta izin kepada orang rumah, aku yang saat itu masih duduk di kelas 1 SMP diajak oleh kakak kelas yang kebetulan tetangga rumah, nonton serial MANIX di dekat pasar yang jaraknya sekitar 600 meter dari rumah. Pilihan nonton televisi di tempat itu karena gambar televisi di rumah itu bintik-bintiknya agak sedikit sedangkan di tempat lain gambarnya kurang jelas.
Aku sebetulnya tidak terlalu menikmati tontonan itu, mataku justru lebih banyak tertuju pada jam dinding yang berada tepat di atas televisi sayangnya aku sungkan untuk mengajak yang lainnya pulang karena mereka betul-betul tengah menikmati keseruan detektif MANIX. Film berakhir pukul 23.00 malam.
Dengan rasa cemas aku pulang, Sesampainya di rumah, aku tidak melihat Abak maupun kakak sepupu laki-lakiku yang kebetulan tinggal bersama kami, menurut ibu, mereka berdua sedang mencariku. Aku sangat takut karena aku yakin Abak pasti marah besar. Aku hanya menunggu dengan pasrah, Aku tak berani mengeluarkan sepatah katapun sampai akhirya abak pulang dari pencariannya. Betul saja, Abak sangat marah atas perbuatanku yang pergi tanpa bilang-bilang dan pulang larut malam. Tapi untunglah abak bukan orang tua yang ringan tangan, Abak hanya menanyaiku lalu menasehatiku dengan panjang lebar. Aku hanya terdiam dengan rasa bersalah.
Sejak kejadian itu aku tidak boleh lagi pergi nonton televisi di rumah orang. Aku memang sangat sedih dengan keputusan abak ini, aku tidak lagi bisa bercerita kepada teman-temanku tentang jagoanku yang hanya hadir satu minggu satu kali itu karena kami memang tidak memiliki televisi di rumah.
Sebulan setelah peristiwa itu, abak tiba-tiba menjual motor Yamaha kesayangannya, saat itu di rumah memang ada dua motor, yang satu lagi yang biasa digunakan oleh kakak sepupuku. Kami semua tidak ada yang diberi tahu mengapa abak menjual motornya.
Beberapa hari setelah penjualan motor itu, Abak pergi sendirian ke kota kabupaten, saat itu aku masih belum berani bertanya kepada abak tentang tujuannya ke kota, aku takut abak masih marah kepadaku. Aku memang sedih karena biasanya abak paling suka mengajakku bila bepergian.
Sore menjelang magrib, Abak baru pulang, abak pulang diantar kendaraan dengan logo sebuah toko elektronik, aku masih tercengang dan belum paham mengapa abak bisa diantar oleh mobil itu, sampai akhirnya sebuah dus besar diturunkan dari mobil dan digotong memasuki rumah kami.
Orang-orang yang menurunkan dus itu langsung membukanya dan terlihatlah sebuah televisi 21 inc dengan 4 kaki. Ada 8 pilihan chanel pada televisi itu. Tapi karena stasion televisi yang ada hanya ada satu yaitu TVRI maka ke 8 chanal tersebut siarannya sama.
Sejak saat itu, aku tidak lagi harus menonton televisi di rumah tetangga karena televisi yang dibeli abak adalah televisi berwarna.
Abakku memang sangat istimewa, abak selalu tahu apa yang diinginkan anak-anaknya tanpa harus menunggu kami merengek memintanya, bila menurut beliau itu baik, maka abak akan memenuhinya. tapi kami anak-anaknya juga sangat tahu apa bila Abak sudah berkata tidak, maka rengekan sekeras apapun tak akan mengubah pendiriannya.
13460237322084057173
Hingga saat ini kami masih bisa menikmati siaran televisi melalui televisi jadul yang masih nangkring di ruang tengah rumah ibu yang jarak dari rumahku tidak terlalu jauh, walaupun warnanya sudah tidak tajam lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Unggulan

Cerita dari Masa Lalu #2

  Klik untuk membaca bagian sebelumnya Ekspresi kecewa, jelas terlukis di wajah Resti. Menelpon balik? Resti menghilangkan kemungkinan itu....