Televisi Berwarna Pertama di Rumah Kami
Di
tahun 1977, di sekitar tempat tinggal kami, belum semua keluarga
memiliki televisi berwarna untuk bisa menikmati siaran gambar hidup
dengan warna itu, aku harus menumpang di rumah tetangga. Menonton
televisi di rumah tetangga lebih banyak tidak enaknya karena seringkali
tengah asyik menonton aku sudah di suruh pulang oleh abak, tentu saja
aku tidak boleh nonton lama-lama karena siaran televisi hanya ada malam
hari, mulai pukul 17.00 s.d. pukul 24.00 WIB.
Acara
televisi pada waktu itu yang sangat terkenal adalah film MANIX, seorang
detektif yang memiliki asisten catik berkulit hitam bernama Pegi. Film
MANIX diputar setiap hari kamis setelah berita malam pukul 21.00 WIB, jadi sekitar pukul 22.00 WIB.
Pernah
suatu malam, tanpa sempat meminta izin kepada orang rumah, aku yang
saat itu masih duduk di kelas 1 SMP diajak oleh kakak kelas yang
kebetulan tetangga rumah, nonton serial MANIX di dekat pasar yang
jaraknya sekitar 600 meter dari rumah. Pilihan nonton televisi di tempat
itu karena gambar televisi di rumah itu bintik-bintiknya agak sedikit
sedangkan di tempat lain gambarnya kurang jelas.
Aku sebetulnya tidak terlalu menikmati tontonan itu,
mataku justru lebih banyak tertuju pada jam dinding yang berada tepat
di atas televisi sayangnya aku sungkan untuk mengajak yang lainnya
pulang karena mereka betul-betul tengah menikmati keseruan detektif
MANIX. Film berakhir pukul 23.00 malam.
Dengan rasa cemas aku
pulang, Sesampainya di rumah, aku tidak melihat Abak maupun kakak
sepupu laki-lakiku yang kebetulan tinggal bersama kami, menurut ibu,
mereka berdua sedang mencariku.
Aku sangat takut karena aku yakin Abak pasti marah besar. Aku hanya
menunggu dengan pasrah, Aku tak berani mengeluarkan sepatah katapun
sampai akhirya abak pulang dari pencariannya. Betul saja, Abak sangat
marah atas perbuatanku yang pergi tanpa bilang-bilang dan pulang larut
malam. Tapi untunglah abak bukan orang tua yang ringan tangan, Abak
hanya menanyaiku lalu menasehatiku dengan panjang lebar. Aku hanya
terdiam dengan rasa bersalah.
Sejak
kejadian itu aku tidak boleh lagi pergi nonton televisi di rumah orang.
Aku memang sangat sedih dengan keputusan abak ini, aku tidak lagi bisa
bercerita kepada teman-temanku tentang jagoanku yang hanya hadir satu minggu satu kali itu karena kami memang tidak memiliki televisi di rumah.
Sebulan
setelah peristiwa itu, abak tiba-tiba menjual motor Yamaha
kesayangannya, saat itu di rumah memang ada dua motor, yang satu lagi
yang biasa digunakan oleh kakak sepupuku. Kami semua tidak ada yang
diberi tahu mengapa abak menjual motornya.
Beberapa hari setelah penjualan motor itu, Abak pergi sendirian ke
kota kabupaten, saat itu aku masih belum berani bertanya kepada abak
tentang tujuannya ke kota, aku takut abak masih marah kepadaku. Aku
memang sedih karena biasanya abak paling suka mengajakku bila bepergian.
Sore
menjelang magrib, Abak baru pulang, abak pulang diantar kendaraan
dengan logo sebuah toko elektronik, aku masih tercengang dan belum paham
mengapa abak bisa diantar oleh mobil itu, sampai akhirnya sebuah dus
besar diturunkan dari mobil dan digotong memasuki rumah kami.
Orang-orang yang menurunkan dus itu langsung membukanya dan terlihatlah sebuah televisi 21 inc dengan 4 kaki. Ada
8 pilihan chanel pada televisi itu. Tapi karena stasion televisi yang
ada hanya ada satu yaitu TVRI maka ke 8 chanal tersebut siarannya sama.
Sejak saat itu, aku tidak lagi harus menonton televisi di rumah tetangga karena televisi yang dibeli abak adalah televisi berwarna.
Abakku memang sangat istimewa, abak selalu tahu apa yang diinginkan anak-anaknya tanpa harus menunggu kami merengek memintanya, bila menurut beliau itu baik, maka abak akan memenuhinya. tapi
kami anak-anaknya juga sangat tahu apa bila Abak sudah berkata tidak,
maka rengekan sekeras apapun tak akan mengubah pendiriannya.
Hingga saat ini kami masih bisa menikmati siaran televisi melalui televisi jadul yang masih nangkring di ruang tengah rumah ibu yang jarak dari rumahku tidak terlalu jauh, walaupun warnanya sudah tidak tajam lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar