Minggu, 09 Desember 2012

Karya Fiksi Juga Perlu Fakta

1337077578782107380

ilustrasi/admin(shutterstock.com)
Perdebatan antara penyuka fiksi dan mereka yang tidak menyukai (anti) fiksi di Kompasiana, kadang-kadang membuat telinga menjadi sedikit panas dan gerah. Perdebatan seperti itu hanyalah perdebatan yang tidak akan menemukan titik temu, yang pada akhirnya menimbulkan perasaan tidak puas (jengkel) pada ke dua belah pihak. (sangat tidak asyik!!)
Menurut hemat saya, sebagai salah seorang penyuka fiksi, tapi kadang-kadang juga menulis yang lain, fiksi itu tidak melulu menjual mimpi dan menawarkan imajinasi yang tidak mungkin terjadi pada dunia nyata, fiksi kadang-kadang juga memerlukan fakta dan data, karena untuk menghidupkan unsur-unsur yang terdapat dalam sebuah fiksi, seorang penulis haruslah mengenal secara detail apa yang akan di tulisnya terutama bila itu menyangkut hal-hal yang memang ada di dunia nyata apalagi menyangkut profesi orang lain.
Seorang penulis yang tidak mengenal istilah-istilah hukum, tidak mungkin mampu menulis cerita yang berhubungan dengan masalah hukum, seorang penulis yang membuat kisah perjalanan astronot, maka harus belajar dulu tentang dunia astronot dan kehidupan luar angkasa. Begitu pula yang berkenaan dengan permasalahan-permasalahan lainnya, seorang penulis fiksi akan berusaha mencari informasi yang tepat dan benar dengan harapan fiksi yang akan ditulis terasa hidup dan seolah-olah merupakan kejadian nyata.
Saya pernah membaca, bagaimana seorang penulis begitu jelas memaparkan kondisi kemacetan jalan di Jakarta, mulai dari waktu, lokasi dan suasana kemacetan tersebut, ketika saya melihat profilnya, penulis tersebut bukan orang Jakarta. Apakah untuk menulis tentang danau toba saya harus berangkat ke Medan?. Saya bisa melakukannya, dengan mencari referensi-referensi yang saya perlukan melalui buku-buku atau browsing di internet.
Demikian pula yang saya alami pada saat menulis fiksi tentang wanita hamil, saya berusaha mengetahui masalah-masalah yang dialami seorang wanita hamil sampai melahirkan. Dengan sedikit kekhawatiran adanya kesalahan istilah yang berakibat fatal, dan mungkin akan diprotes oleh praktisi kesehatan, saya membaca beberapa tulisan yang berhubungan dengan istilah-istilah kedokteran yang saya butuhkan dalam proses penulisan fiksi yang sedang saya tulis tersebut, akibatnya saya jadi banyak tahu dan lumayan paham.
Jadi sangat tidak tepat kalau dikatakan menulis fiksi itu tidak bermanfaat, menulis fiksi juga membutuhkan pengetahuan dan ketelitian serta kemampuan berpikir secara logis. Menulis fiksi juga akan membuat penulis (juga pembaca) belajar banyak tentang permasalahan-permasalahan hidup, sehingga memiliki kepekaan sosial dan kehalusan budi. Jadi Jika Ingin Menulis puisi…Mengapa Tidak?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Unggulan

Cerita dari Masa Lalu #2

  Klik untuk membaca bagian sebelumnya Ekspresi kecewa, jelas terlukis di wajah Resti. Menelpon balik? Resti menghilangkan kemungkinan itu....