Raisya, tubuhnya semampai, berkulit putih, dan memiliki tatapan mata sayu. Rambut lurus dan halus tergerai sebahu. Raisya, beberapa hari lagi usianya 30 tahun dan belum juga menikah. Bukan karena dia tidak ingin menikah, tetapi jodoh itu belum datang kepadanya.
Raisya dan Rangga bersahabat sejak masih kanak-kanak, sejak berada satu bangku di kelas 4 SD.
Saat itu Raisya baru pindah dari sekolahnya yang lama di Serang.
Banten. Ketika dia ragu-ragu melangkah memasuki kelasnya yang baru,
Rangga menyapanya dengan ramah dan menawarkan bangku di sebelahnya yang
kosong.Di hari-hari selajutnya selalu ada Rangga disamping Raisya.
Raisya sering merasa cemburu bila melihat
Rangga mendapat perhatian lebih dari teman-teman perempuannya, tapi dia
hanya menyimpannya dalam tangisan tertahan.
Rangga, semua anak perempuan di sekolah itu mengenalnya. Bukan saja karena wajahnya tetapi penampilan dan gayanya yang tak acuh juga dukungan beberapa fasilitas yang tidak dimiliki oleh teman-teman sebayanya. Rangga memang layak jadi idola.
Rangga, semua anak perempuan di sekolah itu mengenalnya. Bukan saja karena wajahnya tetapi penampilan dan gayanya yang tak acuh juga dukungan beberapa fasilitas yang tidak dimiliki oleh teman-teman sebayanya. Rangga memang layak jadi idola.
“Kenapa harus aku? Bilang saja sendiri atau kamu gak usah ladeni permintaan mereka," Jawab Rangga membela diri
“Tapi Ranggaaa, bagaimana cara aku menolaknya?”
“Kamu kok repot amat sih, Ichaaaa. Bilang saja “No coment”, tapi ngomong-ngomong kamu sewot karena cemburu ya?” tiba-tiba Rangga menggodanya
“Ranggaaaa, mana mungkin aku cemburu sama kamu anak jelek gak jelas kayak gini” lalu terdengar derai tawa mereka, beberapa pasang mata tampak iri melihat keakraban mereka.
______________________@@@@@@@______________
Raisya, beberapa hari lagi usianya 30 tahun dan belum menikah. Saat ini dia bekerja di perusahaan yang cukup besar. Prestasi kerjanya baik. Dia juga menjadi rekan kerja yang menyenangkan bagi sejawatnya.
Raisya nyaris putus asa. Untung Dia memiliki sahabat-sahabat yang baik. Mereka yang telah membangkitkan kembali keyakinan Raisya bahwa suatu hari nanti Allah akan mengirimkan seorang laki-laki yang paling tepat untuknya.
“Ya Allah…dua hari lagi usiaku sudah 30 tahun, tolong kirimkan padaku seorang laki-laki yang mencintaiku dengan tulus, yang akan menjadi imam dan penanggung jawab atas hidupku di hadapanMu, ya Allah” do’a Raisya.
“Ranggaaa, kamu Rangga kan? Aku yakin kamu pasti Rangga” tanpa menunggu jawaban laki-laki itu Raisya sudah menghambur dalam pelukannya. Mereka berdua melompat-lompat kegirangan sebagaimana yang mereka selalu lakukan belasan tahun yang lalu setiap kali berhasil melakukan sesuatu.
“Rangga, kamu kemana saja? Mengapa kamu tiba-tiba menghilang? Aku mencari-cari kamu Rangga?” Raisya tidak mampu mencegah pertanyaan beruntun itu meluncur deras dari mulutnya.
Tidak satupun pertanyaan itu dijawab oleh Rangga. Dia hanya memandangi Raisya dengan tersenyum.
“Rangga, kamu kok hanya senyum-senyum, jawab dong!”
“Kamu belum menyuruhku duduk apalagi memberiku minum tapi malah memberondongi aku dengan pertanyaan, sahabat seperti apa kamu ini?”
“Rangaaaaaa” Kegembiraan itu kembali menjadi milik mereka. Untung saja ruang kerja Raisya kedap suara sehingga tidak mengundang keheranan orang sekantor.
“Ayoo sekarang kamu harus cerita sama aku, kemana saja kamu selama ini?”
“Ok, nona jelek, dengar baik-baik. Karena tidak bersama kamu nilai-nilai sekolahku anljok. Akupun salah memilih teman. Masa depanku hampir saja hancur. Orang tuaku menyelamatkan aku dengan mengajakku pindah ke kampung halaman mereka. Di sana aku kembali menata masa depanku. Syukurnya berkat dukungan orang tuaku. Aku berhasil” Rangga berhenti sejenak kemudian menyeruput orange juice yang ada di depannya.
“Lalu?”
“Sekarang aku meneruskan usaha papaku, kebetulan kantormu bekerja sama dengan kantorku. Kemarin aku melihat kamu di lobby gedung ini, ketika aku tanyakan kepada seseorang yang ada di sana, aku tahu kamu memang Icha jelek yang sedang aku cari”
“Kamu mencari aku?”
“Ya, sudah sangat lama”
“Untuk apa?”
“Untuk mewujudkan mimpi-mimpi kita.”
“Sok tahu kamu, memang kamu tahu apa mimpiku?”
“Mimpi kamu adalah menjadi istri aku.”
“Ranggaaaa, kamu tuh masih saja gila.”
“Ya, aku memang bisa gila bila harus kembali kehilangan kamu, kamu juga kan?”
Kali ini Raisya hanya terdiam selapis kabut melapisi bening bola matanya, semakin menebal kemudian membentuk butiran lalu akhirnya menetes pelahan.
“Lho, kamu kenapa nangis?” Rangga bertanya polos
“Karena kamu”
“Karena aku?”
“Ya, karena kamu akhirnya datang juga untukku”
Dua
hati yang selalu bersenandung tentang rindu, akhirnya menyatu
mewujudkan segala harap yang telah mereka semai begitu lama. Jodoh itu
akhirnya datang di saat yang paling tepat.
