Rabu, 19 Agustus 2020

Cerita dari Masa Lalu #1



 "Gila, rasa apa ini?"

Resti nyaris membanting gawainya, sudah beberapa hari ini dia melakukan kekonyolan. Bangun tidur memeriksa gawai hanya untuk tahu apakah ada pesan dari Han. Dan dia akan memulai hari dengan senyum ketika Han menyapa walau hanya dengan sebuah kalimat pendek, bahkan hanya dengan sebuah sticker emot sekalipun.

Han adalah masa lalunya, seseorang yang pernah mengisi hampir seluruh rongga di hatinya. Cinta yang sesungguhnya tak pernah berakhir, tetapi harus disudahi.

"Mah, lihat buku yang tadi malam di atas meja ini?" Suara Fio, gadis kecilnya yang akan berangkat sekolah.
Rasti menunjuk ke arah rak buku yang ada di samping Fio.
"Tadi Mama simpan ke situ."
Fio menuju rak buku, sementara Resti langsung mengambil kunci mobil dan beranjak ke garasi. Kegiatan rutin Resti pagi hari, mengantarkan Fio sekolah. Ilham, suaminya sudah sejak pukul enam pagi berangkat menuju kantor. Tinggal di perumahan di luar kota, memang ini risikonya, memulai semua pekerjaan sebelum matahari terbit.

Selamat pagi, Re... dan gambar sekuntum bunga dikirim Han pagi ini, Resti membalas dengan gambar dua telapak tangan yang disatukan, sebagai ucapan terima kasih.
Hanya itu, tak lebih. Tapi, Resti seakan kembali berada pada masa bahagia bersama Han. Ketika bunga-bunga cinta bermekaran di sekitar mereka.

Resti kini melaju menuju sekolah Fio, pohon-pohon palem yang berjajar di sepanjang jalan dalam komplek perumahan, menebar aroma khas. Pagi ini sangat sempurna. Udara pagi yang sejuk dan sapa manis Han menjadi penyebabnya. Sambil menyetir dia bersenandung, mendendangkan lagu-lagu lawas, yang biasa dianyanyikan bersama Han.

Mobil kemudian berhenti di depan gerbang sekolah Fio, setelah memastikan Fio sudah melewati gerbang itu, Resti kembali melaju di jalan raya, pulang. Sambil menyetir, sesekali matanya melirik gawai yang diletakkannya di dasboard, berharap Han akan meyapanya lagi.

Suara getar gawai seiring suara Aurel dengan lagu Kepastian yang menjadi nada dering, menarik perhatian Resti. Dadanya berdebar kencang, Han menelpon? segera lengan kirinya meraih gawai dan mendekatkan ke telinga,
"Ma, berkas-berkas yang Papa perlukan untuk meeting sore ini, tertinggal di rumah. Bisa tolong antarkan ke kantor?" Ilham di seberang sana.
"Oke, tunggu sekitar 30 menit,"
"Jangan ngebut, meetingnya nanti jam empat," tukas Ilham.
"Siap, Boss!"
"Terima kasih."

Ilham berbeda dengan Han. Dia bicara sekadarnya. Tak pernah menelpon kalau tak penting. Tak pernah mengumbar kata cinta. Katanya, cinta terlalu sakral untuk diumbar, cinta yang sesungguhnya ada di hati dan rasa, bukan di dalam ucapan. Han mencintai keluarga dengan bekerja keras dan tetap setia.

Resti mengenal Ilham melalui sahabatnya. Ilham yang dewasa, bijaksana, memiliki masa depan cerah sungguh ideal dijadikan sebagai suami. Ilham juga berpenampilan menarik, berjalan di sampingnya membuat Resti bangga, lalu mereka menikah. Han yang saat itu entah di mana jejaknya, memaksa Resti melupakan cinta mereka.
Walau sebenarnya, dia tak pernah benar-benar berhasil.

Han, mereka dipertemukan di SMA, sama-sama murid baru. Bedanya, Resti murid baru di kelas X dan Han anak pindahan di kelas XII. Han dengan santainya menyelusup di antara peserta dan mengaku sebagai panitia OSPEK, korban yang dikerjainya adalah Resti. Dia menyuruh Resti menyanyikan sebuah lagu sambil berlari-lari mengelilingi posko panitia. Sementara Resti melakukan tugasnya, Han sudah kabur entah ke mana.

Perkenalan yang tak akan pernah bisa dilupakan oleh Resti, walau awalnya membuat Resti marah besar, pada akhirnya mereka malah menjadi akrab dan saling jatuh hati.

Han, dengan gaya tak acuhnya, dalam urusan cinta ternyata penuh perhatian, terkadang sangat mengejutkan. Dia bisa melakukan hal konyol dan tak tahu malu, menyerahkan sebuah buket yang terbuat dari daun tanaman pagar sekolah, di tengah lapangan basket. Han juga tak segan membawakan tas Resti sampai ke dalam kelas. Mulanya Resti yang malu, tapi lama-lama dia terbiasa.

Cerita cinta Resti dan Han, menjadi kisah roman yang dibicarakan seantero sekolah, layaknya cinta dua artis idola yang tengah viral saat ini.

Resti telah membawa berkas berkas yang diminta Ilham dalam kendaraannya. Mobil yang dikendarainya bergerak perlahan di tengah kemacetan. Dia memang tak harus buru-buru karena baru pukul 10.00. Dia juga ingat pesan Ilham agar tak ngebut di jalanan.

Gawainya berdering lagi, Resti membiarkan alunan lagu Kepastian memenuhi kendaran. Di depan sebuah pusat perbelanjaan dia menepi dan memarkir kendaraan kemudian  memeriksa gawainya. Dua belas angka berderet yang sangat dia kenal, sengaja tak diberi nama, ada di layar gawai. Resti tak segera menelpon balik, dipandanginya saja gawai yang ada di atas pangkuan. Han aku di sini. Tapi, hingga lima belas menit menunggu, Han tak menghubunginya lagi.
Klik untuk melanjutkan















Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Unggulan

Cerita dari Masa Lalu #2

  Klik untuk membaca bagian sebelumnya Ekspresi kecewa, jelas terlukis di wajah Resti. Menelpon balik? Resti menghilangkan kemungkinan itu....