Senin, 27 Juli 2020

Belajar Menulis Teks Deskripsi

Teks deskrisi adalah teks yang menggambarkan secara rinci suatu objek, tempat,  atau peristiwa tertentu, sehingga pembaca seolah dapat melihat, merasakan, mendengar, atau merasakan objek yang dideskripsikan.

Ciri-ciri teks deskripsi:

1. Menggambarkan atau melukiskan sesuatu.

2. Melibatkan kesan indra sehingga gambaran objek menjadi jelas.

3. Membuat pembaca atau pendengar merasakan sendiri atau mengalami sendiri objek yang diamati penulis.

4.menjelaskan ciri-ciri objek secara terperinci,seperti warna,ukuran,bentuk,dan keadaan suatu objek .

Berdasarkan tujuannya,deskripsi dibedakan menjadi dua

1.      Desktipsi sugestif bertujuan menciptakan pengalaman kepada diri pembaca karena berkenalan langsung dengan objeknya

2.      Deskripsi ekspositoris atau deskripsi teknis bertujuan memberi identifikasi atau informasi mengernai objek. Pembaca dapat mengenali objek jika bertemu atau berhadapan langsung.

 

Secara umum, teks deskripsi terdiri atas tiga jenis seperti berikut.

1. Teks deskripsi tempat(spasial)

     Teks deskripsi tempat(spasial)adalah teks yang melukiskan ruang atau tempat berlangsungnya suatu peristiwa. Pelukisannya harus dilihat dari berbagai segi agar ruang tersebut tergambar dengan jelas dalam pikiran dan perasaan pembaca.

2. Teks deskripsi waktu

     Teks deskripsi waktu menggambarkan urutan waktu. Berdasarkan gambaran tersebut,pembaca akan tahu urutan kejadian yang berhubungan dengan urutan waktu.

3. Teks deskripsi orang.

     Pendeskripsian orang akan menceritakan orang tersebut secara terperinci. Mendeskripsikan orang dapat dilakukan melalui berbagai cara,yakni dengan memilih aspek yang akan dideskripsikan,seperti bidang milik,bidang fisik,bidang perasaan,bidang tindakan,dan watak.

 

Ciri kebahasaan teks deskripsi

1.                          Kalimat berisi penjelasan terperinci untuk membuat objek menjadi konkret (nyata)

Kalimat penjelas adalah kalimat-kalimat yang isinya penjelasan, uraian, atau rincian secara detail tentang kalimat utama suatu paragraf.

2.                          Menggunakan pilihan kata dengan emosi kuat dalam teks deskripsi.

Kata emosi adalah kata-kata yang digunakan untuk  menggambarkan dan mengekspresikan perasaan yang dialami seseorang. Teks deskripsi juga menggunakan kata-kata dengan emosi kuat.

Contoh kata emosi : ombak menggempur, gundah gulana, melukai hati.cahaya benderang.

3.                         Mengidentifikasi majas.

Majas sering pula disebut dengan gaya bahasa. yang sering digunakan dalam teks deskripsi adalah majas perbandingan. Majas perbandingan adalah kata-kata berkias yang menyatakan perbandingan untuk meningkatkan kesan dan memengaruhi pendengar ataupun prembaca.

Contoh kalimat bermajas: Sungai mengalir di antara akar-akar pohon, di kiri dan kanan pohon-pohon bakau menghijau. Keindahan yang memanjakan mata. (gaya bahasa personifikasi)

 

Informasi dalam teks deskripsi dapat dicari dengan pemetaan. Pemetaan berdasarkan pemaparan umum ke khusus, dengan langkah sebagai berikut:

1. Membaca keseluruhan teks deskripsi.

2. Memahami isi teks deskripsi.

3. Menemukan ide pokok setiap paragraf dalam teks deskripsi.

 

Struktur teks deskripsi  

1.   Identifikasi, berisi penjelasan tentang definisi atau identitas objek yang dideskripsikan, misalnya lokasi, sejarah, dan makna onjek yang dideskripsikan.

2.  Deskripsi bagian berisi penjelasan tentang klasifikasi objek yang dideskripsikan.

3.  Kesan atau Simpulan.

 

Telaah Kebahasaa Teks Deskripsi

1. Penggunaan kalimat perincian untuk membuat objek menjad konkret.

2. Penggunaan kalimat yang menggunakan cerapan pancaindra.

3. Penggunaan kata berimbuhan.

4. Penggunaan kata bersinonim dalam teks deskrpsi.

5. Penggunaan kata depan.

6. Penggunaan kata khusus dalam teks deskripsi.

7. Penggunaan huruf kapita dalam teks deskripsi.

8. Penggunaan istilah kata.

9. Penggunaan tanda baca.

10. Pengunaan kata baku.

11. Penggunaan konjungsi.

12. Penggunaan rujukan kata.

Teks deskripsi dapat disajikan dalam bentuk lisan dan tulisan. Dalam bentuk lisan, teks deskripsi dapat disajikan baik bentuk rekaman suara maupun tayangan suara dan video. Langkah-langkah yang harus diperhatikan dalam membuat teks deskripsi sebagai berikut.

1. Memahami objek yang akan dideskripsikan.

2. Menghindari penggunaan kata atau kalimat kasar saat menyampaikan deskripsi suatu objek.

3. Menghindari kata atau kalimat yang bersifat subjektif, menyerang pribadi atau fisik seseorang, dan menjatuhkan objek yang dideskripsikan.

4. Menghindari kata-kata yang mengandung SARA untuk mendeskripsikan objek.

5. Menggunakan kalimat sopan dan mudah dipahami.

6. Menyampaikan deskripsi objek secara runtut.

         Selain dalam bantuk lisan, kamu dapat menyusun teks deskripsi berdasarkan data, gagasan, dan kesan terhadap objek. Langkah-langkah menyusun teks deskripsi sebagai berikut.

1. Menentukan topik.

2. Menentukan tujuan penulisan.

3. Mengumpulkan informasi atau bahan.

4. Membuat kerangka tulisan.

5. Mengembangkan kerangka karangan.

 

Langkah-langkah Menulis Teks Deskripsi

1.      Tentukan objek yang akan dideskripsikan

Misalnya pohon besar di halaman depan rumahmu

 

2.      Gunakan panca inderamu untuk memerinci bagian-bagia pohon tersebut

Perincian berdasarkan yang dilihat (indera mata)

Misalnya: rinci warna daun, warna akar, warna batang, warna buah yang masih muda, warna buah yang sudah tua.

Rinci pula bentuk daun, bentuk batang, bentuk akar.

 

Perincian berdasarkan pendengaran (indera pendengaran)

Ada suara burung, suara gesekan daun, suara anak-anak yang memanjat pohon dll

 

3.      Gunakan perasaanmu unuk memberi kesan.

Misalnya merasa tenang karena teduh, merasa sejuk dll

 

Rangkai perincian princian itu dalam sebuah teks deskripsi

Pohon Besar di Halaman Rumahku

 

Pohon besar yang tumbuh di halaman depan rumahku sudah lumayan tua. Sejak aku kecil pohon itu sudah ada. Pohon itu kini menjadi satu-satunya pohon besar yang masih ada di kampung kami.

 

 

Identifikasi

Batangnya sangat besar, tanganku tidak bisa memeluknya, kecuali aku dan adikku saling berpegangan dan berdua melingkarkan tangan pada pohon.

 

Deskripsi bagian

Daun pohon itu berukuran besar juga, kira-kira 20 cm. warnamya hijau agak kekuningan. Kalau sudah tua berubah kemerahan.

Akar pohon itu muncul ke permukaan tanah, biasanya aku gunakan untuk alas duduk sambil membaca buku.

 

Deskripsi bagian

Setiap bulan Desember, pohon berbuah. Warna buahnya merah kecoklatan. Menyerupai warna manggis, sayangnya tak bisa dimakan, kata Ibu ada racunnya.

 

Deskripsi bagian

Pohon besar itu kini sudah tua dan akan segera ditebang. Membayangkan kalau pohon itu sudah tak ada, aku merasakan udara panas dan rasa tidak nyaman.

 

Kesan atau penuutp

 

Berlatih menulis teks deskripsi:

 

 Perhatikan gambar di atas. Kita akan membuat teks deskripsi berdasarkan gambar.

Ikuti langkah-langkah ini!

1.      Identifikasi sungai di atas, Misalnya

Sungai Yamuna di New Delhi-India

 

2.      Deskripsi bagian:

Luas sungai sekitar 10 meter

Sampah memenuhi sungai

Sampah palstik berupa kemasan makanan dan minuman

Sampah rumah tangga.

Air tergenang, tidak mengalir krena sungai dangkal

Bau yang menyengat (seandainya kita ada di sana)

Dll

3.      Kesan atau penutup Sungai yang merusak pemandangan kota dan idak sehat.

Dari rangkaian informasi di atas, kalian dapat mencoba menulis teks deskripsi.

Daftar di sini Nonton youtube dapat uang


Sabtu, 25 Juli 2020

Buku yang Tertukar

Hari ini rapat kenaikan kelas. Semua guru di tempat Aini mengajar diwajibkan hadir, tentu tetap dengan mengikuti protokol kesehatan di masa pandemi. Didorong oleh rasa rindu pada sekolah yang telah lama dirasakannya,  Aini berangkat dengan bersemangat.

Tiba di gerbang Aini berhenti sesaat. Dia menoleh ke kiri dan ke kanan, mencari seseorang.

"Selamat pagi, Bu Aini," suara Abah Ihin yang tiba-tiba saja sudah berada di belakangnya, membuat Aini terperanjat.

"Tumben ke sekolah," sapa Abah Ihin ramah.

"Kangen dengan suasana sekolah, Bah. Gak enak di rumah terus," timpalnya tak kalah ramah.

Mereka berbincang sejenak, Aini jadi tahu kalau Abah Ihin tidak bekerja dari rumah seperti yang lainnya. Sebagai penjaga dan sekaligus bertanggung jawab memelihara kebersihan sekolah, setiap hari dia tetap harus datang. Pantas saja bunga-bunga di halaman sekolah tetap segar dan rapi, Aini bergumam. Aini selalu kagum pada Abah Ihin. Dengan penghasilan yang tak seberapa, dia tetap melakukan tugas dengan penuh tanggung jawab.  Abah bilang, ini juga ibadah. Sikap yang layak ditiru, menurut Aini

 Bu Ratna yang baru saja turun dari ojeg menggamit lengan Aini, mengajaknya melangkah bersama menuju ruang guru. Aini langsung menuju bangku yang di depannya ada meja bertuliskan namanya.   Di atas meja imasih ada beberapa buku latihan siswa yang belum sempat dibacanya, tersusun rapi.

Sambil mendengarkan obrolan santai di antara guru yang sudah berkumpul dalam ruangan, Aini menyempatkan diri memeriksa buku tugas siswa, sambil menunggu rapat kenaikan dimulai. Sesekali dia ikut menimpali dan tertawa bersama mereka.

Sebelum Aini selesai mengoreksi, Bapak Kepala Sekolah sudah memasuki ruang guru, rapat pun dumulai. Aini menghentikan kegiatannya  dan tergesa memasukkan beberapa buku tugas ke dalam tas ranselnya.

Rapat kenaikan kelas hari ini berbeda dari biasanya, berlangsung cepat. Tidak ada perdebatan alot untuk menentukan seorang siswa bermasalah masih  layak naik kelas atau tidak.

Semua guru kekurangan data. Ada anak yang dua bulan pertama sering tak masuk pun naik kelas karena  guru wali kelas bersama Guru Bimbingan dan Penyuluhan  sudah melakukan pembinaan, walau hasilnya tak terlihat karena pandemi covid 19 memaksa mereka belajar di rumah saja, tidak ada lagi data kehadiran ril di kelas. Kegiatan belajar daring juga tak efektif. Banyak kendala, guru dan siswa sama -sama tak siap. Kondisi luar biasa melahirkan keputusan fantastis, semua siswa naik kelas.

Selama rapat berlangsung Aini malah sibuk dengan aplikasi note yang ada di gawainya. Sebuah puisi tercipta,

 

Ada yang memfitnah, ada yang difitnah

Siapa memfitnah?

Siapa difitnah?

 

Ada yang diuntungkan ada yang dirugikan

Siapa menguntungkan siapa?

Siapa merugikan siapa?

 

Ada yang berbohong dan ada yang dibohongi.

Siapa pembohong?

Siapa yang dibohongi?

 

Semua berseliweran tak jelas

Semua tak tahu harus percaya pada siapa

 

Ada yang takut, ada yang terlalu berani

Yang takut melepas semua peluang

Yang terlalu berani menentang risiko

 

Ada yang hanya bisa diam

Ada yang terus bergerak

 

Ada aku, kamu, kita, dan mereka

Melangkah ragu

Antara cemas dan harapan

Wakasek kurikulum sudah menutup acara  rapat  Aini pun menutup aplikasi note  setelah menyimpan catatan yang baru ditulisnya lalu memasukkan gawai ke kantong beresleting di bagian luar tas ransel besarnya.

@@@

Pembagian rapot kenaikan kelas baru saja dilakukan. Walau protokoler jaga jarak telah disosialisasikan, pada kenyataannya tak bisa dilaksanakan. Anak-anak yang terlalu lama menyimpan rindu di antara mereka, tak dapat menahan diri untuk saling memeluk. Para guru terus saja mengingatkan. Daerah hijau, status ini yang membuat kecemasan agak berkurang.

 

Aini telah selesai membagikan raport di kelas 8 B saat hendak beranjak meninggalkan kelas, beberapa anak menghampiri,

"Bu, foto bersama dulu." Aini tak segera menjawab, itu artinya harus saling berdekatan dan mengabaikan protokol jaga jarak, pikirnya.

"Kan harus jaga jarak," Aini mencoba menolak.

"Bu, please! Ini hari terakhir kita berkumpul. Setelah ini gak akan ada kesempatan foto bareng,"  bujukan dari wajah-wajah penuh harap ini menggoyahkan hati Aini. Ya, kapan lagi?

"Oke, tapi sebentar saja. Setelah itu kalian segera pulang." wajah-wajah yang tadi harap-harap cemas kini tampak gembira. Siswa kelas 8B mendadak menjadi sangat mudah diatur. Mereka berjajar menghadap kamera dengan gayanya masing-masing.

----

Aini tengah menikmati hari libur pertama. Tak ada lagi kegiatan belajar daring. Kegiatan belajar semester genap telah usai. Para siswa telah pula menerima hasil belajar. Pandangnya tertumbuk pada tas ransel besar yang masih tersandar di kaki meja kecil yang ada di kamar. Aini teringat ada beberapa buku siswa yang ada dalam tas. Aini ingin melanjutkan memeriksa buku tugas siswa, walaupun sudah tak mempengaruhi nilai hasil belajar  karena rapot sudah dibagikan, Aini tetap ingin melakukannya.

 

Ada lima buku yang dikeluarkannya dari dalam tas. Tapi salah satu buku  terlalu kecil sebagai buku tugas, buku siapa ini? Aini membolak balik halaman buku yang ada di tangannya. Bukan, ini bukan buku tugas siswa. Ini buku diari. Punya siapa? Masih diliputi rasa ingin tahu, kembali diperiksanya halaman demi halaman untuk  mencari identitas si pemilik. Aini terkejut, ada namanya di buku itu. Segera ditutupnya halaman buku itu, hatinya bergejolak antara rasa ingin tahu dan rasa bersalah karena membuka catatan harian orang lain.

Sudah hampir sepuluh menit, Aini masih saja ragu-ragu. Buku diari masih ada di tangannya. Terbayang lagi apa yang baru saja dia lihat, namanya.

Ada pertarungan hebat di hati Aini, rasa penasaran dan merasa tidak berhak mengetahui isi tulisan itu, dia sadar bahwa diari adalah sesuatu yang sangat pribadi, tempat seseorang bisa menulis secara jujur tentang rasa. Marah, benci, bahagia, dan ekspresi jiwa lainnya.

Jika aku tidak membaca,   selamanya aku tidak tahu  orang lain bicara apa tentangku. Jika hal baik sih tidak masalah, kalau hal buruk? Aku akan kehilangan kesempatan memperbaiki diri.

"Bismillah..." Dia buka lagi halaman buku itu, mencari tulisan yang tadi sempat dilihatnya.

"Aku kira Bu Aini itu guru hebat, nyatanya sama saja dengan guru lain. Pilih kasih. Apa kurangnya aku dari Septi, dari Rizka, nilai-nilaiku juga bagus seperti mereka, aku juga masuk 10 besar. Tapi Bu Aini tak pernah peduli. Dia pilih kasih.

Satu persatu kata yang terangkai itu dibaca Aini dengan rasa yang campur aduk. Ada rasa tersinggung, sedih, marah, dan entah apa lagi. Aini merasa sedang di hukum tanpa persidangan. Dia jadi ingin tahu, siapa yang menulis?

Dibolak-baliknya lagi halaman buku itu untuk menemukan identitas pemiliknya.  Risan, selalu ini yang muncil di akhir setiap tulisan. Tapi, tak ada nama Risan yang tertera di daftar absen.

Nyaris putus asa, itu yang dirasakan Aini. Sedari tadi mencari, tapi tak juga dia tahu siapa pemilik buku diari itu.

Risan, siapa dia? Dia pasti siswaku karena menulis  namaku dengan sebutan Ibu Aini. Aini melihat lagi ke buku absen, berharap ada nama yang mirip atau mengarah. Tak juga ada. Kini matanya tertuju ke 4 buku latihan siswa yang barus saja dikoreksinya. Aini teringat pada catatan tugas yang telah dikoreksinya saat menjelang rapat. Ada lima nama yang tersisa saat Wakasek Humas mengajak para guru untuk memulai rapat.

Aini segera memeriksa nama nama yang tertera di halaman depan buku dan melanjutkan catatan kemarin dengan menambahkan nama serta nilai keempatnya.

 

AURIA SINTIA, nama ini yang belum ada dalam daftar catatannya. RIS? RIAS? ARIS? Aini memutar-mutar urutan huruf nama Aria,  Mengapa RISAN? Keningnya berkerut, tapi ada senyum kecil di sudut bibir Aini ketika mengetahui Auria mengidolakan artis korea yang memiliki nama depan San. Satu langkah permulaan telah dilalui, Aini kini tahu anak yang menyebutnya guru pilih kasih.

Aini tak pernah menduga, Auria punya pendapat begitu. Selama ini Aini selalu bersikap adil, memberi perhatian pada semua siswa. Kalau ada siswa yang mendapat perhatian lebih, itu karena mereka memang membutuhkan. Doni, Septi, atau beberapa anak lainnya, mereka dalam masalah dan butuh perhatian khusus.

Auria, anak cerdas. Dia rajin dan berprestasi. Tak ada tanda-tanda dia menyimpan masalah. Ada apa dengannya?

"Padahal capek, tapi kalau tidak, Mama pasti makin cuek. Dapet nilai bagus aja Mama cuman bilang, baguslah."

"Lagi-lagi Mama bikin aku malu di depan temannya. Mama selalu bangga-banggain Kak Riri dan nganggap aku gak ada."

"Pa, kenapa sih perginya lama? Mama cuman sayang sama Kak Riri."

dan masih banyak catatan lain yang membuat Aini mengerti, mengapa Auria berprilaku seperti itu. Aiuria merasa diperlakukan berbeda.  Bahkan usaha untuk menarik perhatian mamanya, seolah tak ada arti. Mungkin ini yang membuat dia selalu mencurigai orang lain, termasuk mencurigaiku. Batin Aini.

Auria, ada satu tugasmu yang belum kamu kumpulkan, pesan Aini lewat watsapp. Bisa kamu kirimkan ke ibu? Pesan Aini berikutnya. Pesan yang terkirim itu belum mendapat jawaban hingga sore hari.

Auria justru muncul di rumah Aini untuk menyerahkan buku tugasnya.

"Kita makan seblak dulu, yuk" ajak Aini sambil merengkuh bahu remaja hitam manis itu ke samping rumah, ke warung Bi Ida. Auria tak bisa menolak karena rengkuhan itu cukup kuat dan membuat dia melangkah mengikuti.

"Saya tidak bawa uang," bisiknya dekat telinga Aini.

"Ibu yang traktir."

Kini mereka sudah duduk berdampingan menghadap meja panjang yang menempel ke dinding. Dua mangkuk seblak juga sudah terhidang.

Aini mengajak Auria mengobrol hal-hal yang disukainya, sesekali terdengar derai tawa mereka yang membuat beberapa pengunjung melirik. Keduanya menjadi sangat akrab.

Dua mangkuk seblak sudah kosong. Wajah mereka pun telah memerah karena pedas level 5 yang tadi mereka pesan.

Aini hendak beranjak menghampiri Bi Ida untuk membayar, saat itu dia mendengar suara Auria

"Bu!"

"Ya?"

"E..., saya kan sudah..."

"Mengumpulkan buku tugas?" Air muka Auria berubah pucat.

Kok kaget? Buku tugas yang ini kan?" Aini menunjuk  buku yang tergeletak di meja, buku tugas  yang tadi baru saja diserahkan oleh Auria.

"Eh, Iya...tapi...bukan yang itu, bukan! ...yang dulu."

"Oh, yang itu? Ada." Aini menjawab  santai sambil menyeruput minumannya.

Auria semakin panik. Dia menatap Aini dengan tatapan menghiba.

"Ibu membacanya?" Aini menjawab dengan anggukan kecil dan sebuah senyum.

"Maaf, ya. Ibu terpaksa membaca karena mencari tahu siapa pemilik buku itu," jelasnya. Suasana hening sejenak. Aini asik mengaduk-aduk batu es dalam gelas. Auria memilin-milin ujung tali tas kecil yang dibawanya.

"Bu, maaf." Suara Auria nyaris tak terdengar.

"Hei, kamu kenapa? Minta maaf untuk apa? Fungsi buku diari itu memang untuk curhat, kamu boleh menulis apa saja yang tengah kamu rasakan atau pikirkan. Yang penting, jangan mengumbar kata-kata kasar. Itu bisa membuat jiwamu juga jadi jasar."

"Tapi, saya menulis tentang Ibu," masih dengan suara perlahan, menahan tangis.

Aini menatap Auira dengan senyum menenangkan.

"Ibu gak marah. Ibu hanya ingin kamu tahu," ucapan Aini membuat Auria menghentikan keasikannya memilin-milin ujung tali tasnya.

"Ibu tidak pernah berniat membeda-bedakan kalian, Ibu sayang kalian. Mengapa perlakuan Ibu berbeda? Kebutuhan kalian juga berbeda. Yang Ibu tahu  kamu anak hebat, kuat, dan selalu ceria. Kamu mampu mengatasi masalah-masalahmu dengan cara yang baik. Kamu tidak membutuhkan bantuan. Berbeda dengan beberapa temanmu yang lain. Mereka butuh bantuan. Ibu melakukan itu untuk mereka." Auria mendengarkan dengan seksama.

"Tapi, Bu...Mama..."

"Insya Allah, mamamu juga bangga sama kamu. Terkadang orang tua tidak mau menunjukkan rasa bangganya. Mereka tidak ingin anaknya jadi sombong atau menjadi manja."

Kata-kata Aini rupanya berhasil menenangkan remaja 15 tahun ini. Senyum kecil kembali terlihat di wajahnya.

"Bu, boleh saya kapan-kapan main lagi ke sini?"

"Tentu, Ibu senang kalau ada yang mau main ke sini. Ibu punya banyak buku yang bisa kalian baca."

"Terima kasih,Bu." Aini melingkarkan lengannya  ke tubuh Auria. Ada kabut tipis tiba-tiba menutupi mata Auria. Dia berusaha menahannya agar tak berubah menjadi tetesan air.

"Lain kali hati-hati menjaga buku diarimu."

Pesan Aini saat mengantar Auria ke depan pintu pagar.

 

 #diari #buku #smp 


Teks Laporan Percobaan

Pengantar

Laporan percobaan merupakan laporan yan dibuat untuk melaporkan hasil kegiatan percobaan kepada  orang lain yang berkepentingan atau kepada masyarakat umum.

Teks laporan percobaan berisi paparan tentang tujuan, proses,dan hasil percobaan. Melalui teks laporan percobaan dapat diketahui  rangkaian kegiatan yang dilakukan dalam kegiatan percobaan serta hasil      atau kesimpulan yang diperoleh.

 

Struktur Isi  Teks Laporan Percobaan

Struktur teks laporan percobaan terdiri atas:

·         judul
·         tujuan
·         alat dan bahan
·         langkah-langkah kegiatan
·         hasil percobaan
·         kesimpulan
 


Ciri-Ciri Teks Laporan Percoba

Teks laporan percobaan memiliki ciri:

  • ·       sesuai fakta yang ditemukan
  • ·         bersifat objektif
  • ·         tidak memasukkan unsur opini atau memihak
  • ·         logis



Kaidah Kebahasaan Teks Laporan Percobaan

Kaidah kebahasaan yang terdapat pada teks laporan percobaan, yaitu

  1. ·         Mengandung kata berantonim dan bersinonim

Contoh kata bersinonim : meninggal dan wafat/ pergi dan berangkat

             Kata berantonim: pergi>< pulang

                                           Berhasil>< gagal

  1. ·         Mengandung kata bilangan

Contoh: Dua ekor ikan berenang di aquarium

·         Masukkan 1 sendok garam ke dalam air

  1. ·         Menggunakan kalimat perintah

Contoh : Tuangkan satu sendok gula      

Rendamlah terlebih dahulub dengan air cuka

  1. ·         Menggunakan kata hubung

Contoh: Setelah berubah warna, angkat dan tiriskan

              Aduk-aduk dengan sendok kemudian saring

 

Langkah-langkah Menulis Teks Laporan Percobaan

Berikut langkah-langkah dalam menyusun teks laporan percobaan.

Lakukan sebuah percobaan kemudian buat catatan mengenai hal-hal berikut:

  1. Judul laporan

  2. Tujuan percobaan

  3. Alat dan bahan yang digunakan dalam percobaan

  4. langkah percobaan dari awal hingga akhir 

  5. Hasil berupa gejala yang ditemukan dalam  percobaan   dapat dicatat dalam bentuk tabel.

   6. Menulis kesimpulan

 

Gunakan catatan-catatan itu  untuk mengembangkan kerangka teks laporan percobaan sesuai dengan struktur isi.

 

Contoh laporan percobaan         

Tujuan

Tahukah kamu ada pulpen yang tintanya tak terlihat? Kamu bisa menggunakannya untuk menulis pesan rahasia dalam sebuah permainan. 

Berikut, kalian akan melakukan percobaan untuk membuktikan  bahwa asam dapat mengalami oksidasi sehingga warnanya berubah menjai coklat.

 

Alat dan Bahan

  • Lemon
  • Air
  • Sendok
  • Mangkuk
  • Cotton bud (pembersih telinga bayi)
  • Kertas putih
  • Lampu bohlam

 

Langkah-Langkah 

1. Peras  jeruk lemon, dan masukkan airnya ke dalam mangkuk, tambahkan beberapa tetes air. Aduk       menggunakan sendok hingga merata.

2. Celupkan cotton bud ke dalam air jeruk, kemudian tulis pesan di atas kertas putih menggunakan cairan yang menempel pada cotton bud.

3. Keringkan kertas, hingga tulisan tak terlihat!

4. Panaskan kertas putih tadi dengan mendekatkannya pada lampu bohlam yang menyala.

 

Hasil

Tulisan di kertas putih terlihat berwarna coklat setelah di panaskan.


Kesimpulan

jeruk yang mengandung asam dapat teroksidasi (bereaksi dengan oksigen) ketika dipanaskan dan berubah menjadi carbon yang berwarna kecoklatan.

Demikian materi ringkas tentang teks laporan hasil percobaan semoga bisa membantu siswa memahami materi ini.

 

 Salam Literasi

 #struktur #teks #laporan #belajar #daring


Jumat, 24 Juli 2020

Hati yang Mendua #9


      
Ami menghentikan laju motornya di depan rumah Aini kemudian menarik mundur memasuki pintu pagar. Dia meninggalkan motornya tepat di balik pagar, menghadap ke jalan, tampaknya dia tak berniat berlama-lama di rumah Aini.
Dari dalam rumah, lewat jendela bertirai putih, Aini memperhatikan gerak gerik Ami. Ada rasa tak nyaman ketika menyadari Ami tak menyimpan motornya di tempat biasa di dekat pohon palem merah yang tak jauh dari teras. Ami masih marah, batinnya.

Ami hendak mengetuk pintu, tapi Aini sudah muncul.
"Assalamualaikum," Aini lebih dahulu menyapa. Ami menjawab salam seraya langsung duduk di kursi teras.
Ketika Aini pamit ke dalam untuk membuatkan minum, Ami mencegahnya.
"Gak usah, aku gak lama," suara Ami kaku dan dingin.
Dada Aini tiba-tiba sesak. Ini pertama kali dia menghadapi sikap Ami yang seperti ini. Aini bergemin, mematung di tempatnya berdiri. Dia tak berani membayangkan apa yang sesaat lagi akan terjadi.

"Ay, kenapa berdiri aja, kamu gak suka aku di sini? Oke aku pulang,"
Kata-kata Ami membuat Aini tak nyaman, dia segera duduk, dadanya sesak, susah payah dia menahan embun di matanya agar jangan berubah menjadi butiran dan menetes.
"Bukan, bukan begitu... Aku cuman..."
"Cuman apa?" Ami memotong dengan cepat. Aini semakin terpojok, dia tak mampu bicara.
"Begini ya, Ay... aku ini gak ada bedanya dengan laki-laki yang lain. Aku bisa tersinggung, kecewa, atau marah. Sekarang aku ngerasa kamu gak jujur. Aku enggak suka itu." Ami menahan bicaranya. Mengatur nafas agar bisa lebih mengontrol emosi.
"Aku bener-bener gak ngerti, Ay." Suara Ami meninggi, walau dia tetap berusaha agar tak sampai berteriak. Aini mengangkat wajah yang sedari tadi hanya menghadap ke lantai. Dia tak yakin itu suara Amin.
"Aku minta maaf,"
"Maaf untuk apa, Ay? Aku enggak ngerti! Aku enggak tahu apa yang sebenarnya terjadi, yang aku mau, kamu jujur! Jadi aku tahu harus bagaimana."
Aini tetap bungkam, tapi embun di matanya sudah berubah menjadi butiran yang bergulir di atas pipi cabinya.

Isakan Aini tak mempengaruhi Ami. Dia memandang lurus ke arah jalan raya, tak berusaha membujuk Aini. Air mukanya tetap dingin.

Cuaca sore yang memang panas karena tak jadi hujan, rasanya semakin membakar.
"Sudah siap untuk jujur?" Ami menoleh ke arah Aini.
Lagi-lagi Aini tak menjawab. Mana mungkin aku jujur soal ini, soal hatiku yang ambigu.
"Kalau sekarang kamu belum mau menjelaskan, besok aku kembali. Maaf aku menyusahkanmu, tapi aku tak suka kamu seperti ini." Ami tak menunggu jawaban Aini, dia sudah berdiri dan melangkah menuju motornya yang terparkir di depan pagar. Aini hanya memandang punggungnya tanpa berdaya untuk mencegah.

Ani berlari ke kamar, menghempaskan diri di atas tempat tidur. Tubuhnya menelungkup dengan dua tangan terlipat menyangga kepala. Bahunya naik turun. Sedari tadi dadanya sakit, kini dilepaskannya semua rasa tertekan itu dengan tangisan.

Tuhan mengapa aku harus terperangkap dalam keadaan ini? Sedari dulu aku menyukainya, mengapa dia datang di saat aku telah menerima Ami di hatiku. Aku tak mungkin meninggalkan Ami begitu saja. Dia terlalu baik dan tak pantas disakiti. Pikiran Aini melompat-lompat di antara Ridho dan Ami.

Menjelang Asar, Aini baru keluar dari kamar, matanya sembab, padahal sebelumnya dia sudah gunakan pelembab dan pewarna mata warna agak gelap untuk menutupi agar Ibu tak melihat dan bertanya. Aini terlalu sadar bahwa yang dilakukannya bukan hal benar. Dia tak akan sanggup menceritakan semuanya pada Ibu. Membayangkan reaksi Ibu saja, Aini tak berani.
Mendua hati, bukan keinginanya. Tapi rasa itu datang tiba-tiba. Aini hanya ingin mewujudkan mimpi, tetapi mimpi itu datang tak tepat waktu.
Bersambung







Yang Tak Pernah Hilang #4


Kedatangan suratnya yang mengabarkan akan pulang, menggerakkanku segera berkemas. Besok aku akan ikut berlayar, pulang. Malam terasa sangat panjang, aku seperti bocah kecil yang dijanjikan mainan baru ketika bangun pagi besok, gelisah, tak bisa tidur. Enam bulan bukan waktu sebentar untuk merindukannya. Sekarang saatnya untuk bertemu.

Pukul 10.00 Kapal Badak meninggalkan dermaga.Perjalanan empat jam setengah segera dimulai. Sebentar lagi kami akan melintasi pulau-pulau kecil yang menawarkan keindahannya. Pulau Handeuleum sudah mulai terlihat. Pulau yang hampir seluruh permukaannya ditutupi pohon bakau/mangrove sungguh pemandangan yang mempesona. Dominasi warna hijau di tengah birunya laut. Di sisi luar pulau,  pasir putih tampak berkilau.

Lagi-lagi anganku melayang padanya. Seandainya dia kini berada di sini, bersama menikmati semua keindahan alam ini. Aku membayangkannya duduk di bagian depan kapal, dia mencoba menyentuh buih di permukaan air laut. 
"Hati-hati. Awas jatuh!" kata-kata itu terlontar begitu saja.
"Ada apa?" suara ABK yang duduk di sampingku membuatku kaget. Dia mengikuti arah pandanganku kemudian kembali melihat ke arahku.
"Jangan melamun. Ini di tengah laut!" ucapnya kemudian. Aku hanya mengangguk mengiyakan.
@@@@
Pertemuan yang telah kutunggu sekian lama, ternyata tak segera bisa terwujud, masih harus mencari saat yang tepat. Kami berada di kota yang sama, tapi belum juga bisa bertemu, sungguh sesuatu yang rasanya bodoh. Terkadang aku ingin nekad mendatangi rumahnya, berkata jujur pada keluarganya bahwa kami saling mencintai, tapi dia selalu melarangku melakukan itu. Aku tak bisa memaksa, dia tentu punya alasan dengan semua sikapnya.

Hari ketiga, akhirnya dia muncul. Aku tak lagi melihat dia sebagai bocah, yang entah kenapa aku mencintainya, kini dia tampak lebih dewasa.
"Apa kabar?" sapanya, menurutku dia terlalu formal dengan pertanyaannya.
"Alhamdulillah, yang pasti sih kabarku, sedang rindu." Dia tertawa kecil sambil mengalihkan pandang, menyembunyikan rona merah di wajahnya.
"Kamu juga rindu, kan?" lanjutku menggodanya. Kali ini dia tak menjawab. Dia mendekat dan duduk di sampingku.

Bersama dengannya waktu seolah bergerak terlalu cepat. Berbagi cerita tentang hari-hari di tempat yang baru dan sesekali saling mengajuk hati menjadi terlalu indah untuk diungkapkan. 

Seharusnya Eka sudah pulang satu jam yang lalu, tapi hujan deras menahannya. Dia masih di sini bersamaku. Dia gelisah, mungkin lebih tepatnya, dia takut.
"Aku pulang sekarang saja," tiba-tiba dia berdiri dan hendak beranjak, aku menahannya. Di luar hujan sangat deras, Aku tak bisa membiarkannya bermandi hujan.
"Aku takut. Sudah jam sepuluh lewat," suaranya mulai gemetar. Di luar hujan belum juga mereda. Tapi, wajahnya yang pucat dan kepanikan yang terlihat pada sikapnya, membuatku berubah pikiran. Akhirnya kami nekad berjalan di tengah hujan hanya dengan sebuah payung.

Sepanjang jalan, Eka bungkam. Aku tahu dia tentu sangat cemas bagaimana menghadapi keluarganya nanti. 
"Aku antar sampai rumah, ya? Kita hadapi bersama kemarahan orang tuamu," Aku merasa bersalah dan kurasa aku harus bertanggung jawab. Dia tak harus menghadapinya sendiri.
"Gak usah, tidak akan menjadi lebih baik. Mungkin malah akan membuat mereka semakin marah." jawabnya dengan cepat.
Aku tak tahu lagi bagaimana melindunginya. Seratus meter menjelang sampai ke rumahnya, Eka mempercepat langkah dan meninggalkanku, hujan deras mengguyur tubuhnya, Aku tak berusaha mengejar karena  itu yang dia inginkan. Di tempatku berdiri, aku hanya bisa membayangkan, apa yang tengah dihadapinya sekarang.
@@@
Cerita dari Eka

Satu semester hanya terhubung lewat beberapa helai surat, sungguh tak menyenangkan. Hari ini aku pulang. Sejak mengetahui jadwal libur semester,  aku sudah mengabari Rio. Mudah-mudahan saja surat itu sampai sebelum liburan habis. 
Aku tak tahu pasti, dia akan pulang atau tidak. sungguh dalam ketakpastian itu sangat tak menyenangkan.

"Kapal baru berangkat ke pulau kemarin  siang, sore ini kalau tidak ada halangan, datang," kabar ini aku terima dari salah seorang teman kerjanya.
"Rio ikut pulang?" aku tak menahan diri untuk menanyakan, sayangnya aku tak mendapat jawaban pasti. Menunggu sore saja, rasanya sangat lama, walau akhirnya yang kuterima adalah kabar yang aku inginkan.

Pagi-pagi aku sudah bersiap untuk menemuinya, tapi entah mengapa, ada saja penghalang untuk itu. Bahkan kunci vespa yang biasa kukendarai, entah dimana letaknya. 

Liburku hanya tinggal tiga hari lagi, kami belum juga bertemu.
Sore ini, akhirnya dewa penolongku datang.
"Mau kemana?" Ibu langsung bertanya saat melihatku berganti pakaian.
"Mau rapat. Persiapan halal bihalal, " jawabku sekenanya sambil memberi kode kepada temanku, dewa penolongku untuk mengiyakan. Nyaris wajah polosnya membongkar kebohonganku, untungnya luput dari perhatian Ibu.

Kami naik beca yang sama ke arah gedung pertemuan, tempat rapat-rapat kegiatan remaja dilakukan, tapi 200 meter dari rumah, kami berpisah. Aku pindah ke beca lain dan ke arah yang lain. Saatnya membayar semua waktu yang lewat dengan rasa rindu.
"Apa kabar?" Mengapa pertanyaan konyol ini yang terucap. Aku merutuki diri.  ternyata rindu yang terlalu lama bisa membuat orang kehilangan kosa kata, sementara dia hanya menatapku karena pertanyaan aneh itu. Aku semakin gugup.

Bersamanya, bagiku waktu  seperti roket yang meluncur sangat cepat. Tak kusadari  ternyata sudah pukul 10 malam.   Aku mulai panik, entah apa yang akan aku hadapi sampai di rumah nanti. Rio kranya menyadari kepanikanku, dia  bersiap mengantarku pulang, tapi tiba-tiba hujan turun sangat deras. Tapi, aku tak peduli, aku tetap harus pulang. 

Ketakutanku memaksa kami berjalan menembus hujan, Hanya sebuah payung hitam yang melindungi tubuh. Dingin menyergap tak kuhiraukan, seharusnya ini menjadi momen indah, nyatanya pikiranku terus saja dibayangi kemarahan Ayah yang akan kuhadapi di rumah nanti.

Sebelum sampai, aku meminta Rio pulang. Aku tak mau dia mengantarku sampai ke rumah. Aku tahu sebesar apa kemarahan yang akan aku terima, Rio tak perlu tahu. Aku juga tak mau semuanya semakin rumit. 

Di depan pintu kakiku gemetar. perlahan kudorong daun pintu, tak terkunci. Aku melangkah masuk dengan jantung berdebar kencang.Tuhan tolong aku. yang kemudian kuhadapi tepat seperti dugaanku.  Aku menghadapinya dengan diam tanpa berusaha membela diri. 
@@@

Penulis

Rindu Eka dan Rio, adalah rindu berbalut luka
Rindu terlarang yang nyatanya tak pernah hilang
Yang menjadi merah dalam darah
Yang mengalir bersama hirupan nafas
Mewujud puisi bertinta air mata
Haruskah mengalah? atau memang ditakdirkan kalah?









Unggulan

Cerita dari Masa Lalu #2

  Klik untuk membaca bagian sebelumnya Ekspresi kecewa, jelas terlukis di wajah Resti. Menelpon balik? Resti menghilangkan kemungkinan itu....