Imah tidak mengerti,
mengapa dia harus berada di tempat itu, sebuah ruangan berdinding batu
berukuran 4x4 tanpa jendela, pengap, lembab, dan pada bagian depan
berseberangan dengan ruangan-ruangan lain yang bentuk dan ukurannya
persis sama terdapat jeruji besi, ya Imah memang sedang berada di
sebuah ruang tahanan di kantor polisi. Di ruangan itu, Imah memang
tidak sendiri, seorang wanita paruh baya bertubuh agak gemuk, sedari
tadi, sejak Imah diantar oleh seorang petugas memasuki ruangan itu,
hanya memandanginya tanpa berkata sepatahpun.
Menjelang malam Imah semakin gelisah, Dia ingin bertanya kepada seseorang, apa gerangan salah yang telah diperbuatnya, sehingga dia harus dipisahkan dari anak-anak dan suaminya.Air mata Imah menetes satu demi satu, Sebetulnya Dia ingin menangis sekeras-kerasnya supaya dadanya yang sesak menjadi agak lapang, tapi Imah tidak berani, Dia takut perempuan paruh baya, yang sedari tadi hanya diam mematung itu marah karena terganggu oleh suara tangisannya.
"menangis saja kalau itu membuat kamu menjadi lega!" tiba-tiba Imah dikejutkan oleh suara perempuan paruh baya itu, Ima terkejut, takut-takut diangkatnya kepalanya memandangi wajah perempuan itu, dia ingin meyakinkan dirinya bahwa suara itu betul-betu berasal dari perempuan itu.
Perempuan itu tersenyum, menyeringai tepatnya, sambil menganggukkan kepalanya.
Dan tangis imah pun semakin keras,semakin keras lalu Imah pun menghambur ke dalam pangkuan perempuan itu.
"Nak, kesalahan apa yang telah kau perbuat, sampai-sampai kamu harus merasakan hidup di tempat yang tidak terhormat ini?" lembut suara perempuan itu, dan menjadi sangat lembut di telingan Imah.
"Saya tidak tau...!"
"Kok bisa?... kalau kamu tidak salah tentu tidak ada yang akan membawa kamu ke sini?"
"Saya dituduh menipu !" lirih suara Imah
"Kamu tidak melakukannya?"
"tentu saja tidak, itu anak saya!!, saya menyayanginya, sayaang sekali..." Imah mencoba meyakinkan perempuan itu, Perempuan paruh baya itu nampak bingung dengan cerita Imah...
"Ceritakanlah yang jelas kepada saya, supaya beban kamu berkurang" bujuk perempuan itu kemudian.
Delapan tahun lalu, ketika umur saya 20 tahun, saya terpaksa menikah muda, karena saya sudah terlanjur hamil, oleh pacar saya, Dia teman kuliah saya. pernikahan kami tidak diketahui oleh orang tua saya, kami kawin lari. sejak itu saya tidak pulang-pulang ke rumah. kuliah pun tidak.
Sejak pernikahan itu, hidup saya sangat menderita, suami saya tidak memiliki pekerjaan tetap, dan mungkin karena tekanan hidup yang berat dia juga sering pulang dalam keadaan mabuk. Celakanya lagi hampir setiap tahun saya melahirkan, sekarang anak saya sudah lima, yang paling besar baru 8 tahun, yag paling kecil berumur dua bulan.
Imah menghentikan ceritanya, Dia usap air matanya dengan punggung tangannya, nampak baju pada bagian dadanya basah, rupanya waktunya si kecil menyusu.
Tanpa penghasilan tetap, dan harus menghidupi empat orang anak bukanlah hal yang mudah, kadang-kadang terpikirkan untuk pulang ke rumah orang tua saya, tapi saya takut, Ayah pasti sangat marah kepada kami...saya takut ayah akan mengusir kami bila berani muncul dihadapannya.akhirnya saya jalani saja hidup seperti itu, walau kadang-kadang saya hampir menyerah di buatnya, tapi saya sangat menyayangi anak-anak saya, merekalah satu-satunya kekuatan saya.
Sejenak Imah terdiam, matanya menatap kosong ke atas langgit-langit ruang tahanan.
Empat bulan yang lalu, ketika saya hamil 7 bulan, hamil anak yang kelima, Dokter menyatakan ada kelainan pada kehamilan saya, dan saya tidak bisa melahirkan secara normal, saya harus melahirkan dengan cara operasi. Mendengar kabar itu, rasanya ruangan rumah sakit itu ambruk dan menimpa tubuh saya. Saya nyaris menjadi gila memikirkannya, Dari mana kami bisa memperoleh biaya utuk operasi itu, untuk ongkos memeriksakan diri ke dokter saja disumbang oleh tetangga baru yang baik hati...ya tetangga yang baik. Di jaman sekarang ini, jarang ada orang yang sebaik dia.
Imah menarik nafasnya dalam-dalam, air mata deras mengalir dari kelopak matanya yang menyiratkan duka dan penderitaan yang teramat dalam.
"tapi bayi itu akhirnya selamat kan?" perempuan itu memecahkan kediaman Imah
"Ya..Dia lahir dengan selamat, Dia cantik..." Kali ini, Imah sudah tak mampu lagi menahan nyeri di dadanya, bahunya berguncang keras seiring isakan yang terdengar pilu...
"Tetangga yang baik hati itu yang menolong saya!! " lanjut Imah setelah dia berhasil menguasai dirinya.
"Dia meminjami kami sejumlah uang untuk biaya operasi itu, katanya uang itu uang temannya yang harus kami kembalikan paling lambat satu bulan, karena kami tidak punya pilihan, kami menyetujui hal itu, bahkan kami juga menyetujui ketika dia meminta kami menandatangani perjanjian tertulis yang menyatakan bahwa kami akan menyerahkan anak yang akan saya lahirkan itu kepadanya apabila setelah satu satu bulan kami tidak melunasi pinjaman itu"
"dan kalian tidak melunasinya?"
"Iya...dari mana kami harus mencari uang sebanyak itu, sepuluh juta Bu...!!"
"dan kamu serahkan anak kamu kepada tetangga kamu itu?"
"Tidak.. tentu saja tidak, saya tidak akan membiarkan siapa pun mengambil bayi saya... dia bayi saya Bu!!" kali ini suara Imah berubah menjadi jeritan pilu..
"Karena saya tidak mau menyerahkan anak saya itu, dia melaporkan saya ke polisi, dia menuduh saya menipu!, saya bukan penipu bu, saya hanya orang miskin yang tidak mampu membayar utang, saya tidak akan membiarkan dia membawa anak saya, tidak akan!!!"
"Ya... saya mengerti, tidak ada satupun di dunia ini orang yang mau kehilangan anak yang disayanginya, begitupun dengan anak saya, Saya telah memaksanya menggugurkan kandungannya, saya ingin dia menyelesaikan dulu kuliahnya, tapi apa yanng terjadi, dia meninggal pada saat menggugurkan kandungan itu, dan saya terperangkap di sini"
Terkesima Imah mendengar kisah tragis perempuan paruh baya itu, ternyata dia hidup dalam penyesalan yang panjang.
Malam yang teramat panjang...Imah tak mampu mengatupkan matanya walau hanya sekejap, Dia membayangkan wajah kelima anaknya yang masih kecil-kecil dan polos. Mereka pasti kebingungan di luar sana tanpa ada Imah yang mengurusi segala keperluan mereka. Ayahnya ? apakah ayahnya ada di rumah atau seperti malam-malam sebelumnya, Dia baru akan pulang setelah lewat tengah malam dengan tubuh gontai dan aroma minuman keras dari mulutnya.lalu bagaimana dengan si bungsu? apakah tanpa ASI dia tidak rewel? tadi ketika polisi datang menjemputnya, Imah masih sempat menitipkannya pada tetangga yang bersimpati pada nasib yang ditanggungnya.
"Ya Allah lindungi anak-anak hamba..."
Azan subuh bergema, Imah tayamum, dia ingin berwudu tetapi keran air belum mengalir..khusu dia sholat dan menutupnya dengan do'a- do'a yang pernah dipelajarinya dulu dari ibunya. Tak lama kemudian perempuan paruh baya yang kemudian diketahuinya bernama Ani itu, juga terbangun dan sholat bersamanya.
Usai menutup do'a-do'anya Ibu Ani itupun menghampiri Imah
"Imah, Kamu pasti tidak lama berada di sini, kalau kamu menyanggupi untuk melunasi utang kamu itu, kamu pasti dibebaskan, soal anak kamu yang akan diambil, itu tidak mungkin, manusia apa lagi anak-anak tidak boleh menjadi jaminan utang piutang"
"lalu mengapa saya ditahan, karena tidak mau menyerahkan anak saya?"
"itu hanya upaya menakut-nakuti kamu saja!"
"Sekarang begini..." lanjut Bu Ani, kalau petugas itu datang nanti ke sini, kamu bilang kamu akan melunasi semua utang kamu itu, dan kamu pasti dibebaskan!"
"Tapi saya tidak punya uang untuk melunasinya"
"Saya tau, tapi saya punya!!, sekeluar dari sini kamu harus hidup dengan lebih baik, tinggalkan suami kamu yang hanya membuat hidup kamu menderita itu, urus semua anak-anak kamu, saya punya toko pakaian yang dapat kamu kelola, mulailah hidup kamu dengan lebih baik"
Imah hanya terdiam dia tidak mampu meyakini semua yang masuk melalui pendengaranya ini, Tubuhnya terasa ringan melayang... melayang.....melayang
Menjelang malam Imah semakin gelisah, Dia ingin bertanya kepada seseorang, apa gerangan salah yang telah diperbuatnya, sehingga dia harus dipisahkan dari anak-anak dan suaminya.Air mata Imah menetes satu demi satu, Sebetulnya Dia ingin menangis sekeras-kerasnya supaya dadanya yang sesak menjadi agak lapang, tapi Imah tidak berani, Dia takut perempuan paruh baya, yang sedari tadi hanya diam mematung itu marah karena terganggu oleh suara tangisannya.
"menangis saja kalau itu membuat kamu menjadi lega!" tiba-tiba Imah dikejutkan oleh suara perempuan paruh baya itu, Ima terkejut, takut-takut diangkatnya kepalanya memandangi wajah perempuan itu, dia ingin meyakinkan dirinya bahwa suara itu betul-betu berasal dari perempuan itu.
Perempuan itu tersenyum, menyeringai tepatnya, sambil menganggukkan kepalanya.
Dan tangis imah pun semakin keras,semakin keras lalu Imah pun menghambur ke dalam pangkuan perempuan itu.
"Nak, kesalahan apa yang telah kau perbuat, sampai-sampai kamu harus merasakan hidup di tempat yang tidak terhormat ini?" lembut suara perempuan itu, dan menjadi sangat lembut di telingan Imah.
"Saya tidak tau...!"
"Kok bisa?... kalau kamu tidak salah tentu tidak ada yang akan membawa kamu ke sini?"
"Saya dituduh menipu !" lirih suara Imah
"Kamu tidak melakukannya?"
"tentu saja tidak, itu anak saya!!, saya menyayanginya, sayaang sekali..." Imah mencoba meyakinkan perempuan itu, Perempuan paruh baya itu nampak bingung dengan cerita Imah...
"Ceritakanlah yang jelas kepada saya, supaya beban kamu berkurang" bujuk perempuan itu kemudian.
Delapan tahun lalu, ketika umur saya 20 tahun, saya terpaksa menikah muda, karena saya sudah terlanjur hamil, oleh pacar saya, Dia teman kuliah saya. pernikahan kami tidak diketahui oleh orang tua saya, kami kawin lari. sejak itu saya tidak pulang-pulang ke rumah. kuliah pun tidak.
Sejak pernikahan itu, hidup saya sangat menderita, suami saya tidak memiliki pekerjaan tetap, dan mungkin karena tekanan hidup yang berat dia juga sering pulang dalam keadaan mabuk. Celakanya lagi hampir setiap tahun saya melahirkan, sekarang anak saya sudah lima, yang paling besar baru 8 tahun, yag paling kecil berumur dua bulan.
Imah menghentikan ceritanya, Dia usap air matanya dengan punggung tangannya, nampak baju pada bagian dadanya basah, rupanya waktunya si kecil menyusu.
Tanpa penghasilan tetap, dan harus menghidupi empat orang anak bukanlah hal yang mudah, kadang-kadang terpikirkan untuk pulang ke rumah orang tua saya, tapi saya takut, Ayah pasti sangat marah kepada kami...saya takut ayah akan mengusir kami bila berani muncul dihadapannya.akhirnya saya jalani saja hidup seperti itu, walau kadang-kadang saya hampir menyerah di buatnya, tapi saya sangat menyayangi anak-anak saya, merekalah satu-satunya kekuatan saya.
Sejenak Imah terdiam, matanya menatap kosong ke atas langgit-langit ruang tahanan.
Empat bulan yang lalu, ketika saya hamil 7 bulan, hamil anak yang kelima, Dokter menyatakan ada kelainan pada kehamilan saya, dan saya tidak bisa melahirkan secara normal, saya harus melahirkan dengan cara operasi. Mendengar kabar itu, rasanya ruangan rumah sakit itu ambruk dan menimpa tubuh saya. Saya nyaris menjadi gila memikirkannya, Dari mana kami bisa memperoleh biaya utuk operasi itu, untuk ongkos memeriksakan diri ke dokter saja disumbang oleh tetangga baru yang baik hati...ya tetangga yang baik. Di jaman sekarang ini, jarang ada orang yang sebaik dia.
Imah menarik nafasnya dalam-dalam, air mata deras mengalir dari kelopak matanya yang menyiratkan duka dan penderitaan yang teramat dalam.
"tapi bayi itu akhirnya selamat kan?" perempuan itu memecahkan kediaman Imah
"Ya..Dia lahir dengan selamat, Dia cantik..." Kali ini, Imah sudah tak mampu lagi menahan nyeri di dadanya, bahunya berguncang keras seiring isakan yang terdengar pilu...
"Tetangga yang baik hati itu yang menolong saya!! " lanjut Imah setelah dia berhasil menguasai dirinya.
"Dia meminjami kami sejumlah uang untuk biaya operasi itu, katanya uang itu uang temannya yang harus kami kembalikan paling lambat satu bulan, karena kami tidak punya pilihan, kami menyetujui hal itu, bahkan kami juga menyetujui ketika dia meminta kami menandatangani perjanjian tertulis yang menyatakan bahwa kami akan menyerahkan anak yang akan saya lahirkan itu kepadanya apabila setelah satu satu bulan kami tidak melunasi pinjaman itu"
"dan kalian tidak melunasinya?"
"Iya...dari mana kami harus mencari uang sebanyak itu, sepuluh juta Bu...!!"
"dan kamu serahkan anak kamu kepada tetangga kamu itu?"
"Tidak.. tentu saja tidak, saya tidak akan membiarkan siapa pun mengambil bayi saya... dia bayi saya Bu!!" kali ini suara Imah berubah menjadi jeritan pilu..
"Karena saya tidak mau menyerahkan anak saya itu, dia melaporkan saya ke polisi, dia menuduh saya menipu!, saya bukan penipu bu, saya hanya orang miskin yang tidak mampu membayar utang, saya tidak akan membiarkan dia membawa anak saya, tidak akan!!!"
"Ya... saya mengerti, tidak ada satupun di dunia ini orang yang mau kehilangan anak yang disayanginya, begitupun dengan anak saya, Saya telah memaksanya menggugurkan kandungannya, saya ingin dia menyelesaikan dulu kuliahnya, tapi apa yanng terjadi, dia meninggal pada saat menggugurkan kandungan itu, dan saya terperangkap di sini"
Terkesima Imah mendengar kisah tragis perempuan paruh baya itu, ternyata dia hidup dalam penyesalan yang panjang.
Malam yang teramat panjang...Imah tak mampu mengatupkan matanya walau hanya sekejap, Dia membayangkan wajah kelima anaknya yang masih kecil-kecil dan polos. Mereka pasti kebingungan di luar sana tanpa ada Imah yang mengurusi segala keperluan mereka. Ayahnya ? apakah ayahnya ada di rumah atau seperti malam-malam sebelumnya, Dia baru akan pulang setelah lewat tengah malam dengan tubuh gontai dan aroma minuman keras dari mulutnya.lalu bagaimana dengan si bungsu? apakah tanpa ASI dia tidak rewel? tadi ketika polisi datang menjemputnya, Imah masih sempat menitipkannya pada tetangga yang bersimpati pada nasib yang ditanggungnya.
"Ya Allah lindungi anak-anak hamba..."
Azan subuh bergema, Imah tayamum, dia ingin berwudu tetapi keran air belum mengalir..khusu dia sholat dan menutupnya dengan do'a- do'a yang pernah dipelajarinya dulu dari ibunya. Tak lama kemudian perempuan paruh baya yang kemudian diketahuinya bernama Ani itu, juga terbangun dan sholat bersamanya.
Usai menutup do'a-do'anya Ibu Ani itupun menghampiri Imah
"Imah, Kamu pasti tidak lama berada di sini, kalau kamu menyanggupi untuk melunasi utang kamu itu, kamu pasti dibebaskan, soal anak kamu yang akan diambil, itu tidak mungkin, manusia apa lagi anak-anak tidak boleh menjadi jaminan utang piutang"
"lalu mengapa saya ditahan, karena tidak mau menyerahkan anak saya?"
"itu hanya upaya menakut-nakuti kamu saja!"
"Sekarang begini..." lanjut Bu Ani, kalau petugas itu datang nanti ke sini, kamu bilang kamu akan melunasi semua utang kamu itu, dan kamu pasti dibebaskan!"
"Tapi saya tidak punya uang untuk melunasinya"
"Saya tau, tapi saya punya!!, sekeluar dari sini kamu harus hidup dengan lebih baik, tinggalkan suami kamu yang hanya membuat hidup kamu menderita itu, urus semua anak-anak kamu, saya punya toko pakaian yang dapat kamu kelola, mulailah hidup kamu dengan lebih baik"
Imah hanya terdiam dia tidak mampu meyakini semua yang masuk melalui pendengaranya ini, Tubuhnya terasa ringan melayang... melayang.....melayang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar