Lingkaran Hitam (HURUF A)
oleh Yety Ursel Darwis
RATNA
Tok…tok…tok, samar suara ketukan itu sampai ke telingan Ratna yang
gelisah, sepanjang malam ini belum sempat dia memejamkan matanya
sekejap pun, pikirannya mengembara liar tak tentu pangkal dan ujungnya.
“Ditajamkannya pendengarannya “Mengapa mang Samin belum juga membuka
gerbang, kemana dia?” dilliriknya jam besar yang berdiri anggun di
sudut kamarnya yang besar dan lengkap itu, “Sudah pukul 03.00, Mang
Samin tentu sedang tertidur lelap, kasian … hampir setiap malam
tidurnya terganggu oleh mas Sanu yang selalu pulang dini hari ”
bathinnya.
Tok…tok…tok… kali ini suara itu terdengar
lebih keras tak lama kemudian terdengar suara pintu gerbang yang
bergeser dan diikuti suara mobil memasuki halaman. “sepertinya Mas
Sanu tidak sendiri, ada mobil lain yang mengikuti”.
Tok…tok…tok…Kali
ini ketukan itu persis di pintu kamarnya “Bu..Bu.. bangun Bu, di luar
ada tamu yang mencari Ibu, Bu…Bu…!!” suara Samin terdengar panik, “Dini
hari begini? Siapa tamu yang tidak sopan itu?, tapi Suara itu…ya Suara
Samin begitu panik…ada apa ini” Bergegas Ratna membuka pintu kamarnya.
“Ada apa Mang?”
“Itu
Bu…itu..” muka Samin pucat..dia hanya menunjuk-nunjuk ke arah pintu
utama yang terbuka sedikit, Ratna tidak melihat siapapun di sana,
bergegas dia menuju pintu dan mendapati di balik pintu itu dua orang
polisi berseragam lengkap telah menunggunya.
“Selamat Malam” serempak mereka menyapa dengan ramah
“Malam….e….ada apa ya?” Ratna tidak mampu menyembunyikan kepanikannya
“Maaf Bu, kami membawa kabar yang tidak baik malam-malam begini…”
“Ada apa?”
“Suami
Ibu, tadi ditemukan telah meninggal di sebuah kamar hotel” dengan
hati-hati salah seorang petugas itu memaparkan kabar yang mereka bawa.
“Apa pak, meninggal di kamar hotel!?”
Samar-samar
dari ruang keluarga terdengar breaking news dari salah satu TV swasta
“Pemirsa, Sanu Sito, seorang pengusaha kaya dan terkenal di Ibu
kota, baru saja ditemukan tewas di kamar sebuah hotel dalam kondisi
tanpa busana…”
Dam!!!!. Seperti dihantam badai, tubuh
Ratna limbung hampir saja menghantam sebuah tiang besar yang penuh
dengan ornament di teras rumahnya itu “Mang Samin, mana Lia?” hanya
kata itu yang lirih terdengar dari mulutnya.
LIA
Lia seorang gadis cantik, kulitnya halus, seperti kulit artis sinetron
yang sering muncul di TV mengiklakan produk –produk kecantikan, matanya
yang bulat dilengkapi hidungnya yang mancung menambah pesona yang
dimilikinya. Umurnya kira-kira 20 tahun. Dia mahasiswa sebuah
perguruan tinggi swasta terkenal, punya prestasi baik di kampusnya.
Dengan segala yang dia miliki, masa depannya pasti gemilang.Pukul 03.00
dini hari ini. Lia telah menghancurkan semua pesonanya.
Sebulan yang lalu sahabatnya Nia, telah diperdaya oleh seorang
perempuan yang berwajah lembut tetapi berhati srigala, perkenalannya
dengan perempuan itu hanya sebuah kebetulan, mereka bertemu di kantin
dekat kampus, berbincang sesaat, lalu perempuan itu membayar semua
makanan yang disantapnya. Itu berulang dua hari kemudian. Dalam sepekan
mereka telah akrab, hingga Nia bersedia ketika perempuan itu memintanya
menemaninya berbelanja.
Nia tidak mengerti apa yang telah
dilakukan perempuan itu atas dirinya, sampai-sampai dia tidak menolak
ketika diminta menunggu di sebuah kamar hotel sementara perempuan itu
keluar dengan alasan akan menjemput anaknya di sekolah. Dan peristiwa
itu terjadilah.
Setelah meminum jus buah yang
disediakan si Ibu itu sebelum pergi, Nia tidak tau lagi apa yang
terjadi pada dirinya, yang dia tau, dia terjaga dalam keadaan
berantakan, di atas tempat tidur hotel tanpa sehelai benangpun menutupi
tubuhnya. Tubuhya terasa sakit, terlebih harga dirinya lalu semua
menjadi gelap, hitam, kelam, pikirannya terbang, melayang jauh…jauh…..
jiwanya tergucang dan terpaksa di rawat di rumah sakit jiwa.
Persahabatan Lia dan Nia, sudah cukup lama, sejak mereka masih di SMA,
beberapa kali Lia berkunjung ke rumah Nia, Lia menjadi akrab dengan
keluarga Nia, Nia pun sering berkunjung ke rumah Lia,berbeda dengan
Lia, Nia hanya mengenal ibu Lia, papa Lia hanya diketauhuiya melalui
foto keluarga yang terpampang megah dengan figra ukiran jepara di
dinding ruang keluarga.
“Nia…?” Lia menyapa Nia dengan pelahan, khawatir Nia akan mengamuk karena kaget
Nia tak bergeming, matanya kosong menatap ke luar jendela.
“Nia…?”
sekali lagi Lia memanggilnya, kali ini Nia bereaksi, dipandanginya
wajah Lia dengan tatapan aneh yang sulit ditebak. Tiba-tiba butiran
–butiran bening menetes deras dari bola matanya.
“Nia, ada apa?” Lia bingung dengan sikap Nia
“Lia..?”
“Ya, aku Lia…., ada apa Nia?”
“Aku menemukan ini di tempat tidur!”
“Apa
itu Nia?” Nia menyodorkan sebuah benda berbentuk lingkaran, cincin
tembaga “ini pasti milik orang yang telah menghancurkan hidupku”
lanjutnya kemudian. Lia mengamati cincin itu ada inisial “A” di bagian
dalamnya entah siapa pemiliknya…
“Ok, Nia…aku akan meminta bantuan polisi menyelidikinya”
“Jangan Lia, jangan ke polisi…aku gak mau namaku ada di koran-koran atau menjadi berita di televisi, aku malu Lia!”
“Baiklah Nia,kalau begitu, aku akan coba cari tau siapa pemilik cincin ini, mungkin petugas hotel bisa memberi petunjuk.
Sejak obrolan itu. Lama Lia tak mengunjungi Nia, setiap hari dia
bolak-balik ke hotel untuk mencari tau siapa pemilik cincin tersebut,
tetapi dia seperti berada di lorong gelap, semua petugas hotel tak
satupun yang berbicara jujur kepadanya, mereka menyembunyikan sesuatu,
pikir Lia.
Suatu hari ketika sarapan bersama mama dan papanya;
“Pa, cincinnya mana kok beberapa hari ini tidak pernah dipakai?’
“Itu
dia ma, sudah beberapa hari ini papa cari-cari cincin itu tapi belum
ketemu juga, mama tidak liat ada dimana?” mama Lia hanya menggeleng.
“kemana
ya..padahal itu kan cincin kenang-kenangan dari Almarhumah Ibu papa,
nanti tolong dicarikan di kamar ya ma!” mama mengangguk, menyetujui.
“bentuk cincinnnya seperti apa pa?”
“cincin tembaga biasaa, cinci murah, bentuknya seperti cincin kawin, di bagian dalamnya ada inisial nama nenekmu, huruf ‘A’ ”
Dam!!!! Jantungnya seakan meledak dengan keras, tubuh Lia tiba-tiba menjadi lemah, lunglai tanpa tenaga. “huruf ‘A’ “ desisnya
“Iya huruf ‘A’ “, kamu melihatnya Lia” Tanya mama. Lia menggeleng lemah, sangat lemah.
Sanu Sito
Sanu Sito, adalah pekerja keras, kepahitan hidup di masa lalu telah
memacu dirinya hingga sampai pada puncak kejayaan ketika umurnya baru
menginjak 40 tahun. Sebagai pengusaha muda, kaya, dan terkenal, Dia
telah larut dalam euphoria kesuksesan, Dia telah menjadi bagian dari kusut masainya moral penghuni negeri ini.
Dia hanya menjadikan istrinya sebuah prestise,
istrinnya, Ratna, wanita cantik dan keturunan keluarga terhormat, Dia
akan perkenalkan dengan bangga, istrinya, kepada kolega-koleganya
dengan mengumbar segala kehebatannya. Tapi pada kenyataannya Sanu Sito,
lebih banyak menghabiskan waktunya dengan perempuan-perempua muda yang
haus akan kemewahan dan fasilitas yang tidak mereka peroleh dari orang
tua mereka.
Sanu Sito, dengan harta yang
dimilikinya akan melakukan apa saja untuk mendapatkan daun muda yang
segar dan ranum, dan banyak penyedia jasa layanan seperti ini
berkeliaran di sekitar kita, termasuk seorang ibu yag telah dikenal
oleh Nia.
Akhirnya
Sore itu, Lia pamit pada mamanya, hendak menjenguk Nia. Diciumnya
kening Ratna, sudah lama dia tidak melakukan ini, Ratna bahagia
karenany.
“Nia..?”
“Kamu sudah berhasil menemukan orang itu Lia?” Lia mengangguk, tanpa mengangkat wajahnya. Bathinnya menangis.. pilu…
“Siapa
orangnya Lia, saya akan bunuh orang itu!” memerah mata Nia, tubuhnya
mejadi kaku “katakana Lia…orang itu tidak berhak hidup, sementara aku
telah hancur seperti ini…” Tiba-tiba Nia mengamuk,dicengkeramnya wajah
Lia,”ayo Lia, katakana padaku!!”\ untung saja seorang perawat berada
di dekat mereka, dan Nia berhasil ditenangkan dengan suntikan obat
penenang.
Tak ada yang tau apa rencana Lia, ketika
dia menelepon seorang laki-laki, dan mengaku akan menjual kegadisannya
demi mengobati ayahnya yang sakit jiwa.
Malam itu, dengan tenang
Lia masuk ke dalam sebuah kamar hotel, masih kosong, laki-laki itu
berjanji akan datang pukul 10 malam, sebagaimana perjanjian mereka di
telepon tadi.
Gelisah Lia menunggu detik demi detik
yang bergerak sangat lambat, beribu recana berkecamuk di pikiranya.
Terbayang olehnya bagaimana dulu dia dan keluarga Nia, di kamar ini, ya
di kamar ini!. Menemukan Nia yang tergeletak, pinsan, masih tanpa
pakaian. Sementara air matanya terus mengalir deras.
Pukul.
21.30. Lia melepas satu persatu pakaiannya, lalu dia naik ke atas
tempat tidur, menyelusup kebawah selimut tebal. Dadanya berguncag
hebat, tak ada air mata…
Tepat pukul 22.00 Sanu Sito
memasuki kamar itu, Dada Lia semakin berdebar dia sembunyikan wajahnya
dengan menghadap ke dinding disamping tempat tidur.
“Maaf, tolong matikan lampunya” ujarnya kemudian.
“Kenapa harus dimatikan?”
“saya malu, saya belum pernah “
Ruanganpun menjadi gelap, Sanu Sito menghampiri tubuh muda yang telah tersedia dihadapannya.
30 menit kemudian , semuanya usai, Lia tiba-tiba bangun dan menyalakan lampu kamar itu.
Ditatapnya wajah Sanu Sito dengan tajam.
“Semoga
ini adalah obat untuk papa yang sakit jiwa, juga obat untuk Nia yang
telah papa hancurkan masa depannya!” dan setelah itu Lia pun segera
megenakan pakaiannya menghambur ke luar ruangan. Dia bawa semua luka
hatinya jauh…jauh….sekali dan tak akan kembali lagi….. Dia akhiri
hidupnya dengan membiarkan mobilnya meluncur ke dalam jurang.Sementara
itu Santu Sito merintih menahan sakit di dadanya, lalu dia tewas
karena serangan jantung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar