Burung itu terbang tinggi….,
tinggi… sekali, mengepakkan sayapnya yang kokoh, mencoba meraih semua mimpi
yang kami miliki. Aku hanya berdiri memandang ke langit sambil berharap suatu hari dia akan kembali dengan
senyuman yang lebih indah dari semua yang dia berikan untukku selama ini.
Hari
ini, pesawat itu tinggal landas membawa
Mas Dani terbang, menuju semua pengharapannya, harapan untuk membawa kami pada
kehidupan yang lebih baik.
“Arma,
cobalah untuk mengerti dengan keputusanku ini…” itu pinta Mas Dani sekitar
empat bulan yang lalu, aku diam tak menanggapi ucapannya , yang ada di benakku
hanya rasa hampa…rasa yang membuat aku menjadi perempuan yang begitu
lemah..tiada berdaya, bahkan ketika suami
menemukan jalan buntu untuk mengatasi segala kesulitan hidup ini, aku
pun tak bisa berbuat banyak.
Rencana
kepergian mas Dani telah membuat aku sangat bingung, Aku merasa seperti
anai-anai yang terbang tertiup angin, melayang-layang tanpa pengharapan, aku
takut jika akhirnya terhempas dalam kegelapan yang pekat.
“Mas,
aku takut hidup tanpa kamu mas..” akhirnya kata itupun tak lagi dapat kusimpan tak
lagi aku mampu menyembunyikan kegelisahanku.
“Apa
sebetulnya yang kau hawatirkan, Arma?”
“Aku
menyayangimu, aku tak mau harus kehilangan dirimu, aku takut terjadi sesuatu ”
“Tak
ada yang akan kehilangan, Arma, kepergianku hanya untuk memperbaiki kehidupan
kita, tak ada yang dapat aku lakukan di sini, aku harus pergi..ini satu-satunya
cara agar hidup kita lebih baik agar semua mimpi yang pernah kita rajut bersama
dapat terwujud” Mas Dani mencoba
meyakinkanku. Aku masih bingung, teramat bingung…Begitu banyak
peristiwa-peristiwa buruk yang telah dialami para TKI, aku takut kalau mas Dani
nantinya dituduh sebagai pengedar narkotika, atau dia masuk penjara karena
difitnah melakukan pencurian.
Setiap
hari mas Dani dengan sabar berusaha meyakinkanku, meyakinkan akan kesetiaanya,
meyakinkan aku akan keselamatan dirinya, sampai akhirnya aku luluh… bukan karena aku percaya
bahwa sistim perlindungan TKI sudah semakin baik, atau Negara yang akan dituju Mas
Dani telah berjanji untuk memperlakukan para pejuang devisa Negara ini dengan
lebih adil, tapi lebih karena kegigihan mas Dani membujukku, aku tak ingin Mas
Dani menilaiku sebagai istri yang keras
kepala, bandel, seperti anak kecil, tidak percaya pada perlindungan Allah dan
lain sebagainya.
“Arma, jaga anak-anak, jangan lupa selalu
berdo’a , aku sayang kalian semua…” Ingin rasanya aku mengghambur dalam pelukan
mas Dani, seperti yang dilakukan sepasang remaja disampingku, tapi aku malu,
aku hanya menatap wajah mas Dani lekat-lekat, aku takut kehilangan waktu yang sangat
berharga ini, tinggal sesaat lagi aku bisa menikmati wajahnya, Tuhan berapa lama aku harus kehilangan pujaanku ini?,
wajah lelaki baik yang selalu mengisi hari-hariku dengan cinta yang begitu damai…
Mas
Dani pergi, bukan karena keegoisannya, tetapi karena Dia adalah suami yang
beranggung jawab atas nasib rumah tangganya. Dia hanya ingin mewujudkan impian-impian
kami, impian tentang rumah mungil yang senantiasa menyertai perjalanan indah cinta
kami, tentang tawa ceria anak-anak ketika berpamitan berangkat ke sekolah.
Mimpi-mimpi yang belum berhasil kami wujudkan.
Lelaki
perkasa itu akhirnya meninggalkan aku yang hanya mampu menatap langit dengan
linangan air mata…
Selamat
jalan mas Dani, bawalah juga hatiku bersamamu, simpan dia rapat-rapat di sisi
jantungmu, rasakan selalu degupannya agar kau selalu yakin akan kesetiaanku
padamu…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar