Sore ini ada tamu yang datang, sudah cukup lama dia tak muncul di rumah Aini, jaga jarak menjadi penyebabnya.
"Kirain gak mau main ke sini lagi," ajuk Aini saat membukakan pagar untuk lelaki muda yang kini berdiri di hadapannya. Lelaki muda itu hanya tersenyum.
"Seandainya boleh, setiap hari aku akan muncul di hadapanmu," si lelaki muda berkelit.
Aini hanya mendelik dengan pasang muka cemberut, tapi sambil menahan senyum.
"Ngapain juga harus muncul setiap hari, bosen juga kali," ucapnya sambil melangkah menuju teras.
"Iya, yah. Tapi, aku sih gak bosen. Kamu yang bosen,"
"Aku? Hmmm...gimana, ya? Udah, ah. Obrolan gak mutu," Aini menghenyakkan tubuhnya di kursi teras, Ami duduk di kursi lain, ada meja kecil di antara mereka.
"Kemana aja,Mas Bro?"
"Kangen, ya?"
"Ih, ge er! Cuman nanya aja. Basa basi."
"Aku sih kangen, tapi aku gak enak, kan harus jaga jarak. Harus ngasih contoh buat anak-anak."
"Terus, kok sekarang ke sini?"
"Ay, bisa kan gak nanya-nanya gak jelas kayak gitu? Mau aku jujur sama kamu? Nanti kamu malah malu."
"Kok aku yang malu?"
"Oke, dengerin ya! Aku ke sini karena aku sudah kangen sama kamu dan udah gak bisa ditahan lagi. Denger ya...Aku jatuh cinta sama kamu! Puas?" Ami mengucapkannya dengan setengah berbisik, tapi setiap suku kata diberinya tekanan, Aini tergagap, dia tiba-tiba kehilangan jutaan kosa kata yang tersimpan di benaknya.
"Sekarang, kamu yang harus jawab! Kamu punya rasa yang sama, gak?" Mata Ami yang langsung tertuju ke tengah-tengah mata Aini, membuat gadis itu semakin tak bisa bersuara.
"Tuh kan, tadi kamu yang maksa aku. Sekarang giliran disuruh jawab, eh malah diem," Ami memalingkan wajahnya, berbuat seolah tengah kecewa.
Aini masih terdiam. Jantungnya berdegup takkaruan. Rasa bahagia telah membungkam mulutnya. Aini ingin mengangguk, tapi Ami tidak menghadap ke arahnya. Mulut Aini tiba-tiba teras kering.
"Aini yang baik, aku tahu jawaban kamu, tapi aku takut kegeeran. Begini deh, kalau kamu mengambilkan aku air minum itu artinya kamu punya rasa yang sama, tapi.."
"Eh, lupa. Kamu belum aku suguhi air, ya?"
Aini langsung melangkah masuk dan tak lama sudah muncul lagi dengan dua gelas teh.
"Ini untuk aku? Yakin?" Ami menyeruput air yang dihidangkan Aini.
Aini hanya mengangguk. Ami pikir itu juga sudah cukup.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar