Mengapa dia datang setelah aku putuskan untuk mengakhiri semua mimpiku tentangnya. Bertahun memelihara rasa itu dan menyimpannya sendiri hingga akhirnya aku merasa semua sia-sia. Lalu kini, saat kutengah berusaha membangun harapan baru, melupakan kepedihan karena penantian yang disia-siakan, dia datang.
Aini membalikkan badan setelah merasakan lengan kanannya yang digunakan menyangga kepala, mulai kesemutan.Detak jam dinding terasa lebih keras dalam keheningan malam. Sudah pukul 01.00, gadis manis berpipi cabi belum juga bisa memejamkan mata. dia kemudian bangkit, mengambil gawai yang tergeletak di atas meja yang berada tepat disamping tempat tidur.
Jarinya kini asik di atas keyped. menulis kata demi kata dalam aplikasi note yang digunakannya sebagai diary. Ada sebutir air mata yang tiba-tiba meluncur jatuh di atas gawainya. secepat kilat tangannya mengusap layar gawai.
Ami terlalu baik untuk disakiti, selama ini dia selalu penuh perhatian, menjadi teman berbincang yang menyenangkan, berdiskusi tentang buku-buku, prilaku siswa, dan banyak hal yang menyenangkan yang kami lakukan bersama. Mengapa Ridho dengan mudahnya menguasai hatiku dan membuat semua bahagia itu seakan tak bernilai?
Aini meletakkan kembali gawainya di tempatnya semula. Dia kemudian membaringkan tubuh di atas dipan kayu beralas busa dengan seperei warna biru muda polos. Dipejamkannya kedua mata dan berusaha untuk tidur. Ayat kursi dilafalkannya perlahan sebelum benar-benar lelap.
@@
Aini baru saja selesai mandi ketika Ibu memberitahu ada Ami di luar. Setelah merapikan diri dia menemui Ami yang sudah menunggu di teras, di tempat biasa dia duduk.
"Begadang ya? Matamu merah," Ami memperhatikan wajah kuyu Aini.
Aini tak merespon. Ami tentu tak boleh tahu tentang rasa yang tengah melandanya, yang membuat matanya tak dapat terpejam hingga dini hari.
"Atau kamu sakit mata?" Kali ini Aini menjawab dengan gelengan kepala.
"Kamu sakit? Kalau kamu mau istirhat, biar aku langsung pulang aja," Ami berdiri, tapi Aini menahan lengannya., Ami kembali duduk.
"Aku tigak apa-apa. Semalam ada yang aku kerjakan dan aku lupa waktu," sebuah senyum mengiringi kebohongannya.
Perbincangan pagi ini tak lagi sama dengan perbincangan mereka di hari-hari sebelumnya. Aini tak menemukan rasa yang kemarin ada. Semua berubah menjadi hampa dan membosankan. Ami juga merasakan perubahan itu. sesekali dia menyinggung hal itu, tapi Aini masih saja berkelit. Ami menjadi tak nyaman, dia memilih untuk berpamitan lebih cepat. Aini tak mencegah. semua memang berubah.
Aini mengantar Ami ke depan pintu pagar, masih seperti biasanya. Kalau dulu ada saja sisa-sisa obrolan yang diteruskan sambil berdiri di depan pintu pagar, kali ini semua berjalan sangat cepat. Ami mengeluarkan motornya, menstater, dan berlalu. Aini berbalik dan masuk ke dalam rumah.
Aini baru saja melewati pintu kamarnya, di atas meja, gawainya menyala, ada notif pesan masuk.
"Ay, aku yakin ada sesuatu yang kamu sembunyikan dari aku. perasaanku bilang, itu tentang kita. aku lebih suka bila kamu jujur."pesan dari Ami.
Aini menghea nafas, terasa berat. Kamu terlalu baik untuk menerima perlakuan jahat aku. Mi. Tapi, dia adalah mimpi yang selalu mengusik hari-hariku. Aku merasa,impianku itu akan segera terwujud.Haruskah aku lepaskan dan membiarkannya pergi?

Tidak ada komentar:
Posting Komentar