Rabu, 08 Juli 2020

Hati yang Mendua #4

Bagian sebelumnya
Secangkir kopi dalgona buatan sendiri dan sepiring kecil goreng kentang yang baru digorengnya, terhidang di atas meja kecil yang ada di teras rumah, keduanya mengepulkan asap tipis, dingin dan panas. Aini menikmati sore ditemani merdu suara BCL dari gawainya yang tersambung melalui head set melantunkan Keabadian Cinta. Novel A Gentleman in Love milik Barbara Cartland terbentang pula di hadapannya, romantisme cinta terpapar indah dalam novel ini.

Sore yang sejuk setelah hujan lebat mengguyur siang tadi membawa Aini berpetualang bersama angannya. Wajah Ridho sesekali terlintas di pikirannya. Seandainya saja cinta selalu berlabuh di tempat yang diinginkan, seperti yang selalu ada di tulisan Barbara, begitu yang terlintas di pikirannya. Tapi cerita hidupnya sungguh berbeda. Usaha kerasnya melupakan Ridho dan akhirnya menerima cinta Ami, seperti sebuah puzel yang tak lengkap. Ada ruang kosong yang akhir-akhir ini terbentuk, sejak dia tahu Ridho masih tetap sendiri, dalam bongkahan hatinya.

Aini menarik nafas dengan tarikan berat, debar di jantungnya tak berirama. Mengapa rasa ini kembali menggoda padahal aku sudah menerima kehadiran Ami? Pantaskah aku melakukan hal ini? Tapi rasa cinta memang tak mudah dikendalikan, dia datang dan menerkammu tanpa bisa memberi ampun. Tak ada logika untuk sebuah rasa. Tak jelas letak benar dan salahnya.
Aini memandangi asap yang semakin menipis dari dalgona yang belum diminumnya. Diraihnya cangkir itu dan didekatkannya ke bibir. Aini mencoba melepas gulananya dengan nikmatnya dalgona. 

@@@

Senja masih saja temaran, hujan lagi lagi mengguyur walau tak sederas hujan kemarin. Aini masih melanjutkan membaca novel yang kemarin, Barbara cartlan, juga dengan kegundahan yang sama.
"Suka menyendiri sekarang!" Komentar itu meluncur juga dari mulut Ibu. Aini menoleh ke arah Ibu yang sudah duduk di sebelahnya.
"Lagi galau?" Ibu menggodanya.
"Enggak, lagi baca!" elaknya.

Ibu menjulurkan kepala ke depan Aini, mencari tahu judul novel yang di bacanya.
"Tumben bukan Sherlock Holmes? Sejak kapan membaca Barbara?"
"Ini buku lama kok, Bu. Ada beberapa judul yang aku punya. Memang kalah banyak dari Sherlock."
"Ibu baru membaca satu judul novel Barbara, happy ending. Bangsawan bertemu bangsawan. Si cantik berjodoh dengan si tampan. Menurut ibu, seperti cerita dari negeri dongengnya HC Andersen."

Aini tak menimpali, dia malah menenggelamkan diri dalam bacaannya.
Dia baru mengangkat kepala saat gawainya berdering dan wajah Vina memenuhi layar gawai.
"Ay, ada Fitri di rumahku. Kemarin kamu nanyain dia, ke sini dong! Kamu pasti ingin melihat si seksi Fitri perutnya buncit."
Aini tertegun sejenak, teringat pada Fitri yang dulu begitu peduli pada penampilan dirinya. Fitri yang tak akan pernah mau bila diajak makan makanan berkalori tinggi. Jangan ajak dia makan baso, jajan es krim, atau pizza sekalipun. Dia rela hanya duduk sambil memainkan aplikasi permainan di gawainya, menunggu teman-temannya menghabiskan makanan di piringnya masing-masing.
Aini memutuskan akan memenuhi undangan Vina, bukan sekadar kangen pada Fitri, tapi dia ingin tahu kabar tentang Ridho.

Selanjutnya

#yetyurselmenulis
#aini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Unggulan

Cerita dari Masa Lalu #2

  Klik untuk membaca bagian sebelumnya Ekspresi kecewa, jelas terlukis di wajah Resti. Menelpon balik? Resti menghilangkan kemungkinan itu....